Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

IAW Dukung Presiden Prabowo Buka Kasus Aset Negara Hilang Senilai Rp17.450 Triliun

IAW Dukung Presiden Prabowo Buka Kasus Aset Negara Hilang Senilai Rp17.450 Triliun Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Bandung -

Langkah tegas Presiden Prabowo Subianto membuka kembali kasus aset negara yang menghilang di kawasan-kawasan strategis Ibu Kota mendapat dukungan penuh dari Indonesian Audit Watch (IAW). Tindakan presiden dinilai sebagai terobosan penting berbasis data historis dan bukti legal yang sah dimiliki negara.

Sekretaris Pendiri IAW, Iskandar Sitorus, menjelaskan bahwa luas aset negara yang kini dikuasai secara tidak sah oleh pihak swasta mencapai 1.190 hektare. Kawasan tersebut mencakup Gelora Bung Karno, Menteng, Halim, Tebet, Cawang, hingga Kemayoran.

Tanah-tanah itu pada awalnya dibeli dengan mekanisme resmi menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. Pembebasannya dilakukan melalui skema kebijakan darurat perang berdasarkan sejumlah Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) tahun 1959 yang ditandatangani Letjen A.H. Nasution.

“Pembelian tanah dilakukan lewat kebijakan darurat perang dengan sederet Peraturan Penguasa Perang Pusat (Peperpu) tahun 1959 yang ditandatangani Letjen A.H. Nasution. Dananya bersumber dari APBN 1961–1962 dan disalurkan kepada warga lewat Bank Sukapura,” ungkap Iskandar dalam keterangannya, Sabtu (12/7/2025). 

Bank Sukapura, yang kala itu merupakan bank milik Pemprov DKI Jakarta berdasarkan Perda DKI No. 2 Tahun 1951, berperan sebagai penyalur dana ganti rugi kepada warga terdampak. Seluruh proses pembebasan lahan juga tercatat dalam dokumen resmi, seperti Buku Kas Bank Sukapura tahun 1961–1962 dan laporan Komando Urusan Pembebasan Areal Gelanggang (KUPAG) tahun 1962, yang mencantumkan 3.420 penerima ganti rugi. Proses itu juga didukung lembaga besar seperti Bank Indonesia, BNI, dan Bapindo.

Namun setelah bergulirnya waktu, terutama sejak rezim Orde Baru, kepemilikan atas tanah-tanah tersebut mengalami pergeseran yang disebut IAW sebagai ilegal.

Baca Juga: BEI dan OJK Perkuat Pengawasan Kasus Ajaib, Ingatkan Pentingnya Transparansi Promosi Sekuritas

Iskandar mengungkap bahwa berbagai manipulasi terjadi melalui tiga pola: penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) oleh oknum BPN tanpa dasar hukum, pengeluaran surat keputusan oleh pejabat daerah tanpa prosedur pelepasan aset publik, serta penyewaan lahan negara oleh pihak swasta tanpa menyetorkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

“Hasil investigasi kami dan data LHP BPK menyebutkan hanya 18 persen dari lahan seluas 1.190 hektar itu yang masih tercatat sebagai Barang Milik Negara (BMN). Sisanya kini jadi gedung apartemen, mal, kantor, dan proyek komersial tanpa catatan pelepasan hak dari negara,” jelas Iskandar.

Kerugian negara akibat penguasaan ilegal itu diperkirakan mencapai Rp17.450 triliun, berdasarkan proyeksi nilai pasar dan potensi sewa komersial tahun 2025. Meski beberapa dokumen penting masih tersimpan di Gedung Arsip DKI dan Perpustakaan Bank DKI, belum pernah ada audit forensik terhadap proses pembebasan lahan tersebut.

Iskandar menegaskan pentingnya mematuhi landasan hukum era 1959–1963, yang menjadi dasar sah pengadaan lahan. “Mengabaikan hukum era 1959–1963 sama dengan mengkhianati konstitusi. Tanah milik negara tidak boleh berubah jadi komoditas diam-diam,” tegasnya.

Sebagai tindak lanjut, IAW mendesak Presiden Prabowo untuk mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) guna mengaudit ulang aset-aset strategis tersebut. Selain itu, mengusulkan agar sertifikat HGB di kawasan terkait dibekukan, serta dibentuk Satgas Khusus Penindakan Korupsi Aset Negara yang melibatkan KPK, BPK, Kejaksaan Agung, Arsip Nasional, dan OJK.

IAW juga meminta agar status Yayasan Gelanggang Olahraga Bung Karno (YGORBK) dikembalikan ke bentuk awal seperti tercantum dalam Keppres No. 318/1962 agar langsung berada di bawah kendali Presiden, bukan sebagai entitas yang dikelola untuk kepentingan bisnis.

Baca Juga: Toto Nugroho Ditangkap Kejagung Terkait Kasus Korupsi Migas, Ini Profilnya

“Apakah kita akan membiarkan tanah yang dibeli dengan uang rakyat, dengan pengorbanan ribuan warga tergusur demi kejayaan Asian Games 1962, kini menjadi milik elit bisnis karena kejahatan birokratik?” kata Iskandar.

Sebagai bentuk komitmen, IAW menyatakan siap menyampaikan surat resmi kepada Presiden dan memberikan dukungan penuh terhadap proses investigasi dan audit forensik untuk mengembalikan kedaulatan negara atas aset yang sah.

“Indonesian Audit Watch siap mendukung audit forensik untuk mengembalikan aset negara yang telah dibeli secara sah melalui Bank Sukapura,” pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: