Kredit Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Penurunan tarif impor Amerika Serikat terhadap sejumlah barang dari Indonesia, dari semula 32% menjadi 19%, disambut positif oleh pelaku pasar. Kebijakan ini dinilai dapat memperkuat daya saing ekspor Indonesia, meski dampaknya diperkirakan baru terasa dalam jangka menengah.
Investment Analyst Infovest Utama, Ekky Topan, menilai kebijakan tersebut memberi peluang baru bagi sektor ekspor domestik yang selama ini terbebani tarif tinggi.
"Ini kabar baik bagi eksportir, terutama untuk produk yang sebelumnya kalah bersaing karena tarif tinggi. Namun dampaknya terhadap neraca perdagangan tidak akan langsung terasa karena bergantung pada permintaan dan daya saing dengan negara lain seperti Vietnam atau Meksiko," ujar Ekky kepada Warta Ekonomi, Kamis (17/7/2025).
Baca Juga: Tarif AS Dipangkas, Jadi Angin Segar Saham Ekspor
Ekky menyebut sektor manufaktur padat karya seperti alas kaki dan furnitur, industri makanan olahan, pertambangan (khususnya tembaga), produk kimia dan karet, serta komponen otomotif sebagai sektor yang berpotensi meraup manfaat terbesar. Emiten seperti GJTL, PMMP, SMSM, TKIM, INKP, ICBP, hingga SSMS dan LSIP diperkirakan akan terdorong kinerjanya.
Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia juga menyetujui pembelian sejumlah produk AS, termasuk 50 unit pesawat Boeing, produk energi senilai USD 15 miliar, dan komoditas pertanian sebesar USD 4,5 miliar. "Secara diplomatik ini langkah cerdas untuk menghindari beban tarif. Tapi jangka pendeknya lebih menguntungkan AS karena ada komitmen pembelian yang besar," jelasnya.
Baca Juga: AS Tetapkan Tarif 19% untuk RI, Jauh Lebih Baik dari Skenario Terburuk
Dari sisi investor, Ekky menilai perjanjian ini menciptakan sinyal stabilitas hubungan bilateral yang dapat menurunkan risiko geopolitik dan menarik arus modal asing. Ia juga menyarankan investor lokal mencermati saham sektor tambang dan agribisnis yang akan diuntungkan dari kebijakan ini.
Namun, ia mengingatkan potensi lonjakan impor dari AS tetap perlu diwaspadai agar tidak membebani neraca transaksi berjalan di tengah produktivitas nasional yang belum optimal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement