Regulasi Tersedia, Pemerintah Percepat Implementasi Skema HPT untuk Pembiayaan Infrastruktur
Kredit Foto: Laras Devi Rachmawati
Infrastruktur merupakan pilar penting dalam mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada 2029 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Pemerintah pun terus mendorong pembangunan infrastruktur nasional serta mengoptimalkan pemanfaatan aset negara guna mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045.
Baca Juga: Perusahaan Sampai Bank, Jaringan Iran Kembali Disanksi Trump
Pertumbuhan investasi melalui Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi motor penggerak ekonomi, namun keterbatasan pembiayaan APBN mendorong perlunya skema alternatif yang lebih fleksibel dan inklusif.
Salah satunya adalah pembiayaan melalui skema Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2024.
Deputi Bidang Koordinasi Industri, Ketenagakerjaan, dan Pariwisata Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Mohammad Rudy Salahuddin, mengatakan skema tersebut bukan bentuk privatisasi.
Ini disampaikannya dalam acara Sosialisasi Perpres Nomor 66 Tahun 2024 tentang Pembiayaan Infrastruktur melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT), Kamis (7/08/2025).
"Justru sebaliknya, ini merupakan bentuk modernisasi tata kelola aset negara agar lebih produktif, bernilai tambah, dan tetap berpihak pada kepentingan publik," ucapnya, dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jumat (8/8).
Kegiatan ini menjadi forum strategis untuk memperkuat pemahaman bersama dan membangun sinergi antar pemangku kepentingan dalam pelaksanaan skema HPT, sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor sebagai kunci menjawab tantangan pendanaan infrastruktur nasional.
Regulasi yang tertuang dalam Perpres 66 Tahun 2024 memberikan dasar hukum bagi pemanfaatan aset-aset negara secara lebih optimal. Skema HPT dapat diterapkan pada berbagai jenis infrastruktur strategis seperti jalan tol, transportasi publik, energi, limbah, perumahan, hingga fasilitas kesehatan dan pendidikan. Aset yang bisa dikerjasamakan harus telah beroperasi, memiliki umur manfaat minimum 10 tahun, serta terdaftar dan diaudit secara akuntabel. Namun demikian, fleksibilitas juga diberikan berdasarkan hasil studi kelayakan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement