Sri Mulyani Jadi Korban Deepfake, Tegaskan Tidak Pernah Sebut Guru Beban Negara
Kredit Foto: Youtube Kemenkeu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membantah pernyataan yang menuding dirinya menyebut guru sebagai beban negara. Klarifikasi itu disampaikan menyusul beredarnya potongan video di media sosial yang ia sebut sebagai hasil deepfake dan pemotongan tidak utuh dari pidatonya.
“Potongan video yang beredar yang menampilkan seolah-olah saya menyatakan guru sebagai beban negara adalah hoaks. Faktanya, saya tidak pernah menyatakan bahwa guru sebagai beban negara,” kata Sri Mulyani melalui akun media sosialnya, Rabu (20/8/2025).
Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Tak Ada Kenaikan Gaji PNS di 2026
Video tersebut menampilkan penggalan pidato Sri Mulyani dalam Forum Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 7 Agustus 2025. Menurutnya, potongan itu telah menghilangkan konteks pembahasan secara menyeluruh sehingga menyesatkan publik. “Video tersebut adalah hasil deepfake dan potongan tidak utuh dari pidato saya dalam Forum Konvensi…,” tegasnya.
Sri Mulyani mengingatkan masyarakat untuk tidak serta-merta mempercayai konten digital yang beredar tanpa verifikasi. “Marilah kita bijak dalam bermedia sosial,” ujarnya.
Fenomena deepfake dan manipulasi konten digital belakangan kian marak digunakan untuk menyebarkan informasi palsu. Pemerintah berulang kali mengimbau masyarakat agar tidak mudah terprovokasi, serta memastikan kebenaran informasi melalui kanal resmi.
Baca Juga: Tanggapi Statement Sri Mulyani, PKB: di Jerman Gaji Guru Bisa Dapat Penghasilan Rp1 Miliar per Tahun
Klarifikasi Sri Mulyani ini muncul setelah potongan video yang menampilkan pernyataannya soal guru menjadi viral beberapa hari terakhir. Potongan tersebut memicu kritik dan keluhan di media sosial. Kementerian Keuangan memastikan bahwa narasi dalam video itu tidak sesuai dengan isi pidato asli.
Kasus yang menimpa Sri Mulyani menambah daftar pejabat publik yang menjadi sasaran deepfake di Indonesia. Pemerintah menilai penyebaran konten manipulatif berpotensi merusak reputasi dan menurunkan kepercayaan publik, terutama jika digunakan dalam isu sensitif seperti pendidikan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement