Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RI Impor Produk Halal Hingga US$20 Miliar, Produksi Domestik Belum Mampu Bersaing

RI Impor Produk Halal Hingga US$20 Miliar, Produksi Domestik Belum Mampu Bersaing Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ekonomi syariah Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk tumbuh menjadi motor penggerak perekonomian nasional. Namun, hingga kini perkembangan sektor tersebut masih tertinggal dibandingkan negara lain dan menghadapi tantangan serius berupa defisit produk halal.

Berdasarkan laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024/2025, Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara dengan ekosistem ekonomi syariah terbaik. Meski demikian, Indonesia masih harus mengimpor berbagai kebutuhan halal, mulai dari bahan baku makanan hingga produk farmasi, karena kapasitas industri domestik belum mampu memenuhi permintaan pasar.

Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Taufik Hidayat menegaskan bahwa kesenjangan ini menjadi pekerjaan rumah utama.

Baca Juga: Sistem Ekonomi Syariah Diharapkan Jadi Arus Ekonomi Utama RI dan Global

“Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, namun masih mengalami defisit halal. Artinya, potensi konsumsi besar belum terkonversi maksimal menjadi kekuatan produksi,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/8/2025).

Defisit halal tercermin dari neraca perdagangan produk halal yang masih negatif. Data Kementerian Perdagangan menunjukkan impor produk halal Indonesia pada 2024 mencapai US$20 miliar, sementara ekspor baru menyentuh sekitar US$10 miliar. Kesenjangan ini berpotensi melebar jika tidak segera diimbangi peningkatan kapasitas industri dalam negeri.

Pemerintah mengklaim tengah mendorong penguatan industri halal melalui sertifikasi, pembiayaan syariah, dan pembangunan kawasan industri halal. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah telah menetapkan empat kawasan industri halal di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur.

“Kami berupaya mempercepat pengembangan ekosistem halal agar produk Indonesia bisa bersaing di pasar global,” katanya.

Baca Juga: Ekonomi Syariah Dapat Jadi Kunci Untuk Tekan Kemiskinan di Indonesia

Di sisi lain, sektor keuangan syariah juga masih menghadapi kesenjangan antara literasi dan inklusi. Survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2022 mencatat literasi keuangan syariah baru 9,1%, sementara tingkat inklusi mencapai 12,1%. Kondisi ini menunjukkan masyarakat menggunakan produk keuangan syariah tanpa memahami prinsip dan manfaatnya secara mendalam.

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai penguatan ekosistem halal harus dilakukan secara menyeluruh. “Tidak cukup hanya membangun kawasan industri halal, tetapi juga memastikan rantai pasok halal domestik kuat, dari bahan baku, proses produksi, hingga distribusi,” ujarnya.

Meski tertinggal, prospek ekonomi syariah Indonesia dinilai masih menjanjikan. Dengan pasar muslim domestik mencapai lebih dari 230 juta orang serta tren gaya hidup halal yang terus meningkat, Indonesia berpotensi menjadi pusat halal dunia jika mampu menutup kesenjangan produksi.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: