Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BPK Ungkap Tantangan Pengawasan Perbankan, Dorong Penguatan Regulasi Anti Judi Online

BPK Ungkap Tantangan Pengawasan Perbankan, Dorong Penguatan Regulasi Anti Judi Online Kredit Foto: BPK
Warta Ekonomi, Bandung -

Pengawasan dan regulasi keuangan di Indonesia dinilai belum maksimal dalam mencegah peredaran dana judi online yang menggunakan jutaan rekening aktif tanpa hambatan berarti. 

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap sejumlah kelemahan fatal dalam pengawasan industri perbankan, mulai dari rekening dormant yang tidak diaudit, verifikasi identitas yang longgar, hingga lemahnya pengendalian internal. 

Tahun 2015–2017 adalah awal lonjakan rekening tidak aktif. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) periode 2015–2016 mencatat ribuan rekening pemerintah daerah di bank umum berstatus tidak aktif (dormant) dengan saldo miliaran rupiah yang tidak terpantau penggunaannya.

Baca Juga: BPK dan Kejagung Bongkar Penyimpangan Lahan Negara, Potensi Kerugian Negara Triliunan Rupiah

"Lemahnya rekonsiliasi antara pemerintah daerah dan bank membuka peluang penyalahgunaan dana publik, termasuk pemanfaatan rekening dormant untuk transaksi di luar tujuan resmi. Relevansi dengan judi online bahwa rekening dormant seperti ini rawan dipakai kembali (activated account) untuk menampung dana ilegal," jelas Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, Selasa (26/8/2025) 

Selanjutnya, pada periode 2018–2020, pengawasan prinsip Know Your Customer (KYC) oleh bank juga terbukti lemah. Laporan BPK tahun 2018 mengungkap banyak bank hanya mengandalkan fotokopi identitas tanpa melakukan verifikasi silang dengan data resmi Dukcapil.

"Kelemahan ini memberi ruang bagi mafia judi online membuka rekening dengan identitas palsu atau pinjaman identitas (borrowed identity)," ujar Iskandar.

Memasuki era digital 2021-2022, pembukaan rekening digital melonjak drastis, namun pengendalian internal justru melemah. Banyak akun digital dibuat hanya dengan foto KTP dan selfie tanpa verifikasi fisik. Sistem monitoring transaksi BI-FAST dan QRIS pun tidak memiliki parameter anomali yang ketat.

"Banyak bank tidak melakukan pembekuan otomatis meskipun pola transaksi mencurigakan jelas terlihat (misalnya setoran kecil berulang ke satu rekening)," ungkap Iskandar.

Puncaknya terjadi pada 2023–2024, saat LHP BPK menemukan ribuan rekening dormant pemerintah dengan saldo besar masih aktif dan adanya praktik fraud by omission di mana oknum bank sengaja membiarkan rekening ilegal tetap beroperasi.

"Catatan BPK, bank gagal menjalankan pengendalian internal, padahal OJK sudah mewajibkan penerapan enhanced due diligence," kata Iskandar.

Meskipun sudah sering ditegur, industri perbankan belum menunjukkan perbaikan berarti. Akibatnya, jutaan rekening judi online tetap bebas beroperasi, menjadi bukti nyata kegagalan pengawasan sistem keuangan nasional.

OJK yang seharusnya menjadi garda pengawas utama justru hanya berhenti pada pemeriksaan dokumen dan laporan formalitas, sehingga kegagalan bank menahan arus dana judi tidak ditindak tegas.

"Mengapa? Karena pengawasan OJK berhenti pada dokumen dan laporan formalitas. Ketika fakta di lapangan menunjukkan kegagalan bank menahan aliran dana judi, OJK tidak hadir sebagai pengendali yang keras, melainkan hanya sebagai pencatat administrasi," ungkap Iskandar.

Bank Indonesia (BI) yang mengelola sistem pembayaran nasional juga dinilai kurang maksimal dalam mengintegrasikan pengawasan transaksi lewat QRIS, BI-FAST, dompet digital, dan virtual account. Akibatnya, bandar judi masih dapat memanfaatkan saluran tersebut untuk mengalirkan dana taruhan.

"Audit BPK 2022 menyoroti lemahnya integrasi pengawasan BI dengan PPATK dan otoritas lain. Padahal, sistem teknologi pembayaran nasional sudah memungkinkan pemblokiran real-time. Fakta bahwa transaksi judi tetap lancar adalah bentuk nyata kelalaian," jelas Iskandar.

PPATK sebagai intelijen keuangan negara juga belum optimal dalam menangani laporan transaksi mencurigakan. Laporan dari bank, fintech, dan lembaga keuangan non-bank sering hanya menjadi arsip tanpa tindak lanjut cepat.

Baca Juga: Entaskan Kemiskinan Ekstrem, BPJS Ketenagakerjaan Bersama BPK RI, Kemendagri, dan Kemenaker Beri Perlindungan Pekerja Rentan Desa

"Laporan BPK tahun 2020–2023 menunjukkan rendahnya tindak lanjut terhadap rekomendasi PPATK. Inilah sebabnya bandar judi lebih cepat membuka rekening baru daripada negara menutup rekening lama," ungkap Iskandar.

Iskandar menegaskan, jutaan rekening judi online menjadi bukti bahwa negara bukan kalah dalam undang-undang, melainkan lemah dalam pelaksanaannya. Seluruh otoritas pengelola keuangan telah gagal menjalankan fungsi pokok mereka.

"Jika kondisi ini dibiarkan, maka yang sedang kita saksikan bukan sekadar lemahnya pengawasan, tetapi runtuhnya kedaulatan negara atas sistem keuangannya sendiri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: