Kredit Foto: Ist
Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LD FEB UI) merayakan hari jadinya yang ke-61 dengan menyelenggarakan forum bertajuk “Pensiun Sejahtera 101: Kolaborasi untuk Lansia Indonesia Sejahtera”, Selasa (26/8).
Forum ini menjadi wadah penting untuk membicarakan bagaimana bangsa Indonesia dapat menyiapkan masa tua yang produktif, sehat, dan bermartabat, di tengah tantangan transisi menuju populasi menua.
Acara ini didukung penuh oleh mitra dari sektor swasta, yaitu PT Merck Tbk, PT Bank Syariah Indonesia Tbk, Asuransi MSIG, PT Paragon Corp, dan Alanabi Herbal Wellness, yang turut berkomitmen mendorong ekosistem hari tua yang lebih sejahtera.
Wakil Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Sonny Harry Budiutomo Harmadi, membuka sesi keynote dengan topik “Membangun Kesejahteraan Lansia di Era Penuaan Penduduk”.
Beliau menekankan pentingnya data kependudukan dalam memahami perubahan struktur umur dan dampaknya terhadap pembangunan nasional.
Indonesia sedang bergerak menuju era ageing population, dengan meningkatnya jumlah lansia yang lebih rentan terhadap kemiskinan, kesenjangan teknologi, dan keterbatasan akses ekonomi.
Sonny menekankan bahwa data statistik yang akurat harus dijadikan fondasi kebijakan agar kesejahteraan lansia dapat terjamin.
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Bagus Takwin, menyampaikan keynote kedua dengan tema “Bermakna dan Berdaya di Hari Tua: Well-being Lansia di Indonesia”. Bagus mengingatkan bahwa kesejahteraan lansia tidak hanya ditentukan oleh panjang umur, tetapi juga oleh kualitas hidup yang mencakup kesehatan, relasi sosial, kontribusi, dan makna hidup.
Ia mencontohkan figur Saparinah Sadli dan Mbah Wiryo sebagai teladan lansia yang tetap aktif, berdaya, dan memberi dampak positif bagi generasi muda. Ia juga mendorong program konkret seperti kota ramah lansia, posyandu lansia berbasis makna, dan mentoring antargenerasi untuk menciptakan ekosistem lansia yang sehat, bahagia, dan produktif.
Banjaran Surya Indrastomo selaku Chief Economist PT Bank Syariah Indonesia, Tbk. menekankan pentingnya akses keuangan dalam mendukung masa depan dana pensiun. Dalam paparannya berjudul “Akses Keuangan dan Masa Depan Dana Pensiun”, ia mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi risiko demografi dengan meningkatnya rasio ketergantungan lansia yang diperkirakan mencapai 54% pada 2050.
Saat ini, sebagian besar lansia masih bergantung pada keluarga, sementara literasi dan inklusi keuangan dana pensiun masih rendah. Untuk itu, diperlukan inovasi instrumen pensiun, digitalisasi layanan, serta kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta agar dana pensiun dapat menjangkau pekerja formal maupun informal.
Sebagai penutup sesi keynote, Ihda Muktiyanto sebagai Direktur Pengembangan Dana Pensiun, Asuransi, dan Aktuaria Kementerian Keuangan Republik Indonesia memberikan perspektif mengenai pentingnya dukungan kebijakan fiskal bagi program pensiun.
Ia mencontohkan bahwa di berbagai negara terdapat insentif perpajakan yang mendorong partisipasi masyarakat dalam program pensiun.
Menurutnya, untuk menghasilkan sistem pensiun yang baik, perlu kerja bersama dalam membangun desain program yang mempertimbangkan tantangan nyata di lapangan.
Harapannya, forum ini dapat memberikan masukan konstruktif untuk menyusun sistem pensiun nasional yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan di masa depan.
Setelah sesi keynote, acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang menghadirkan empat pembicara dari berbagai bidang, memberikan perspektif yang lebih luas mengenai strategi menuju masa tua yang produktif dan sejahtera.
Kepala Lembaga Demografi FEB UI, I Dewa Gede Karma Wisana membuka sesi panel dengan menyoroti kondisi lansia di Indonesia yang jumlahnya terus meningkat signifikan.
Dalam paparannya yang berjudul “Pensiun Sejahtera 101: Memahami, Merencanakan, dan Mewujudkan Indonesia Masa Depan”, Ia menjelaskan bahwa meskipun usia harapan hidup semakin tinggi, kualitas hidup lansia masih belum terjamin.
Mayoritas pekerja informal—yang jumlahnya lebih dari 50% angkatan kerja—belum memiliki perlindungan pensiun yang memadai. Ia menekankan pentingnya memperluas jaminan sosial, inovasi produk mikro-pensiun, serta integrasi kebijakan agar pensiun dapat menjadi fase hidup yang bermartabat, bukan sekadar bertahan hidup.
Pakar perencanaan keuangan, Aliyah Natasya, M.Sc., CPF, IFP, menekankan bahwa risiko utama dalam menghadapi pensiun adalah inflasi, biaya kesehatan, literasi digital, dan ketidakpastian sumber pendapatan.
Dalam paparannya yg berjudul Pensiun Sejahtera, Aliyah memperkenalkan konsep “Uang Hidup, Uang Tenang, dan Uang Tumbuh” sebagai fondasi kesejahteraan pensiun.
Menurutnya, setiap individu perlu mengalokasikan dana dengan tepat agar kebutuhan rutin, proteksi kesehatan, dan investasi jangka panjang dapat terpenuhi.
"Jika gagal merencanakan, sama saja kita sedang merencanakan kegagalan,” ujarnya.
Wakil Ketua Harian Asosiasi Senior Living Indonesia (ASLI), Trisno Muldani membahas perkembangan industri layanan senior di Indonesia.
Dalam Paparannya yang berjudul Perkembangan Bisnis dan Layanan Senior/Lanjut Usia di Indonesia, Trisno menguraikan berbagai jenis hunian dan layanan untuk lansia, mulai dari senior residence, nursing home, home care service, hingga caregiver training.
ASLI mendorong kolaborasi antara pemerintah dan swasta dalam menghadirkan layanan lanjut usia yang berkualitas dan ramah senior. Harapannya, lansia dapat menjalani kehidupan yang lebih mandiri, bermartabat, dan bermakna, didukung fasilitas dan regulasi yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Vice President Pension Financing Department Bank Syariah Indonesia (BSI), Muhammad Taqiyuddin, menutup sesi panel dengan memaparkan berbagai solusi keuangan syariah untuk pegawai negeri dan masyarakat menjelang pensiun.
Ia mengingatkan bahwa 90% ASN di Indonesia belum siap menghadapi pensiun, sehingga berisiko menjadi beban keluarga atau kembali bekerja di usia lanjut.
BSI menawarkan produk tabungan pensiun, pembiayaan pra pensiun, investasi emas, hingga pembiayaan haji dan usaha produktif berbasis syariah. Menurutnya, persiapan finansial yang matang adalah kunci agar masa pensiun bisa dijalani dengan tenang, sejahtera, dan tetap produktif.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement