Industri Multifinance Tumbuh Lesu, Pembiayaan Syariah Meningkat
Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Industri multifinance mencatat perlambatan tajam pada Mei 2025. Data Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menunjukkan pertumbuhan pembiayaan hanya 2,65%, jauh di bawah target Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar 8–10%. Bahkan, proyeksi Juni 2025 diperkirakan hanya tumbuh 1,9%.
Ketua APPI Suwandi Wiratno menjelaskan, perlambatan ini dipicu pengetatan aturan modal melalui Peraturan OJK (POJK) 46 yang terbit awal 2025. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan pembiayaan memiliki permodalan minimal 150% dari modal disetor.
“Pada saat keluarnya POJK 46 di awal tahun 2025, adanya peraturan yang dimana pembiayaan refinancing atau dana yang tiba-tiba terjadi pengetatannya luar biasa Pak,” ujar Suwandi dalam Indonesia Best Multifinance Awards 2025, Rabu (27/8/2025).
Baca Juga: Pay Later Makin Digandrungi, APPI Ungkap Penyaluran BNPL Melesat 58,68%
Ia mencontohkan, jika modal disetor Rp1 triliun, perusahaan harus memiliki tambahan laba ditahan atau modal lain hingga Rp500 miliar agar total modal mencapai Rp1,5 triliun. “73 perusahaan terkena dampak,” jelas Suwandi.
Selain regulasi, pelemahan pasar otomotif juga menekan kinerja. APPI mencatat penjualan sepeda motor masih stabil, namun penjualan mobil turun 9% sepanjang 2025. Suwandi menilai daya beli masyarakat yang melemah dan likuiditas yang ketat membuat piutang pembiayaan tertekan.
“Suku bunga FBI katanya turun, tapi pinjaman gak turun-turun. Setuju gak Bapak Ibu? Ya kan? Pinjaman gak turun,” kata Suwandi.
Meski melambat, APPI menegaskan industri multifinance tetap sehat. Saat ini terdapat 145 perusahaan pembiayaan yang beroperasi, terdiri dari 142 konvensional dan 3 berbasis syariah penuh.
Baca Juga: Industri Kripto Sambut Rencana Penerapan SID, Tappi Ingatkan Soal Risiko
Menariknya, pembiayaan syariah justru mencatat pertumbuhan positif di tengah perlambatan industri. Suwandi menilai tren ini membuka peluang baru. “Pertumbuhan pembiayaan syariah ternyata yang ada uus-nya meningkat baik Bapak Ibu. Nah disinilah peluang Bapak Ibu untuk masuk ke pembiayaan syariah,” jelasnya.
Menurut Suwandi, regulasi pembiayaan syariah lebih ringan karena tidak diwajibkan melakukan spin off sebelum porsi aset mencapai 50%. Produk seperti ijaroh mutahiyah bin tamlik, murabahah, dan wakalah bin ujro semakin diminati, terutama untuk pembiayaan produktif.
“Enak Pak ngingetin pembiayaan syariah. Kalau gak bayar buka hadis 1886 Pak. Gak masuk surga kalau utang belum dibayar. Ternyata pertumbuhannya juga tinggi, nanti bisa dilihat,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement