Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menkeu Purbaya Hidupkan Mesin Ekonomi: Reformasi Fiskal dan Moneter Didorong Lewat 3 Lembaga Baru

Menkeu Purbaya Hidupkan Mesin Ekonomi: Reformasi Fiskal dan Moneter Didorong Lewat 3 Lembaga Baru Kredit Foto: Youtube
Warta Ekonomi, Bandung -

Komitmen Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang akan mengaktifkan kembali dua penggerak utama ekonomi nasional, yaitu instrumen fiskal dan moneter, dinilai bukan sekadar upaya retoris, melainkan sinyal bahwa kondisi fiskal nasional tengah menghadapi tekanan serius.

Dalam lima tahun terakhir, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) secara konsisten menemukan kelemahan dalam pengelolaan keuangan negara. Mulai dari kebocoran di sektor cukai, ketidakteraturan basis data pajak, hingga perencanaan anggaran yang kurang akurat menjadi catatan berulang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) lembaga tersebut.

Menanggapi sejumlah permasalahan ini, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 158 Tahun 2024 yang menjadi dasar pembentukan tiga institusi baru di lingkungan Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF), Direktorat Jenderal Stabilitas dan Pengembangan Sektor Keuangan (DJSPSK), dan Badan Teknologi, Informasi, dan Intelijen Keuangan (BTIIK).

Baca Juga: Purbaya Usul Anggaran Kementerian Keuangan Sebesar Rp 52,01 triliun di 2026

Ketiganya diharapkan mampu menjadi pendorong utama reformasi fiskal dan memperbaiki tata kelola keuangan negara. Namun, muncul kekhawatiran mengenai efektivitas lembaga-lembaga baru tersebut.

Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menyampaikan perubahan kelembagaan tidak akan membawa dampak signifikan tanpa disertai dengan transformasi cara kerja dan kepemimpinan yang progresif.

"Tiga 'mesin turbo' ini dirancang untuk overhaul total. Tapi masalahnya adalah, mesin balap tetap bisa tersendat jika sopirnya masih sama," ujar Iskandar, Kamis (11/9/2025).

Ia menegaskan, reformasi tidak cukup dilakukan lewat restrukturisasi birokrasi semata. Menurutnya, perubahan yang diinginkan harus dibangun di atas fondasi hukum yang kuat dan filosofi tata kelola fiskal yang menyeluruh.

Iskandar juga menyoroti pentingnya landasan konstitusional, seperti Pasal 17, 23, dan 23D UUD 1945, yang menegaskan kontrol Presiden terhadap kementerian dan APBN. Di samping itu, regulasi seperti Perpres 140/2024 dan 158/2024, serta PMK 124/2024, menjadi elemen penting dalam mendukung arsitektur kelembagaan yang baru.

"Intinya, Kemenkeu tak boleh hanya jadi bendahara negara, tapi arsitek kebijakan fiskal dan benteng data negara," tegasnya.

Meski dibentuk dengan harapan besar, masing-masing dari tiga lembaga tersebut langsung dihadapkan pada tantangan struktural yang sudah lama mengakar di Kementerian Keuangan. BTIIK, yang kini dipimpin eks Dirjen Pajak Suryo Utomo, bertanggung jawab memperbaiki ekosistem data fiskal nasional.

Temuan LHP BPK 2023 menunjukkan ketidaksesuaian antara basis data wajib pajak dengan data eksternal. Selain itu, proyek Coretax belum menunjukkan dampak signifikan terhadap kepatuhan pajak, sementara penghapusan piutang pajak rentan menimbulkan kesalahan administratif.

"Maka BTIIK harus segera membangun federasi data lintas-otoritas, mengaktifkan Security Operation Center (SOC) fiskal 24/7, dan merilis entity resolution untuk memerangi penghindaran pajak," tegasnya.

Baca Juga: Dibawah Kepemimpinan Purbaya, Kementerian Keuangan Lanjutkan Efisiensi Anggaran di 2026

Sementara itu, DJSEF di bawah komando Febrio Nathan Kacaribu, yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), memikul tanggung jawab merancang strategi makro fiskal negara. Namun, LHP BPK 2022 atas Ditjen Perbendaharaan menunjukkan lemahnya perencanaan anggaran, dengan realisasi belanja yang membengkak di triwulan IV serta melesetnya proyeksi subsidi energi hingga Rp84 triliun.

"Sehingga DJSEF harus melahirkan Medium-Term Fiscal Strategy (MTFS), aturan fiskal baru, dan policy costing sektor prioritas agar APBN tidak lagi jadi ‘buku kas’ belaka," katanya.

Disisi lain, DJSPSK yang dinahkodai ekonom Masyita Crystallin juga menghadapi tugas berat. LHP BPK 2023 mencatat kelemahan pengawasan terhadap pita cukai nonaktif yang berisiko menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,3 triliun. Selain itu, laporan PPATK menyebut bahwa 11% entitas fintech belum memenuhi kewajiban pelaporan transaksi mencurigakan.

"Sehingga DJSPSK wajib melakukan stress test kuartalan dan membuat Playbook Resolusi Krisis untuk 10 entitas sistemik," katanya.

Tak hanya dari hasil audit BPK, desakan reformasi juga menguat lewat data dari lembaga intelijen keuangan. PPATK mencatat lebih dari 1.800 transaksi mencurigakan senilai Rp245 triliun yang berkaitan dengan sektor perdagangan dan keuangan. Selain itu, BPK menemukan Barang Milik Negara (BMN) senilai Rp108 triliun yang belum tercatat dan dimanfaatkan. Ketidaksesuaian laporan keuangan antar kementerian yang terungkap dalam LHP LKPP 2022 turut memperbesar risiko fiskal.

"Temuan-temuan ini adalah ‘alarm’ keras bahwa mesin fiskal negara tidak bisa dibiarkan jalan sendiri tanpa overhaul," ujarnya.

Baca Juga: Airlangga Buka Suara Soal Burden Sharing BI dan Kemenkeu

Iskandar menyatakan bahwa jika Menteri Keuangan ingin menjalankan reformasi secara serius, perubahan mesti dilakukan sejak awal masa jabatan. Ia menilai, pencapaian dalam 100 hari pertama akan menjadi tolok ukur awal efektivitas kebijakan ini.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: