Kredit Foto: Reuters/Yuri Gripas
Dana Moneter Internasional (IMF) menilai adanya tekanan terhadap ekonomi dari Amerika Serikat (AS). Ekonomi raksasa dunia tersebut mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan setelah periode panjang ketahanan yang kuat akibat kebijakan dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Juru Bicara Dana Moneter Internasional (IMF), Julie Kozack mengatakan bahwa inflasi negara terkait diperkirakan tetap menuju target 2%. Namun terdapat risiko kenaikan, terutama akibat tarif impor dari Trump.
Baca Juga: Gegara Pabrik Hyundai Digrebek, Presiden Korsel: Investor Kami Jadi Ogah Tanam Duit di AS
"Apa yang kita lihat selama beberapa tahun terakhir adalah ekonomi terbukti cukup tangguh. Kini beberapa tekanan mulai terlihat," kata Julie Kozack, Jumat (12/9).
Kozack menjelaskan permintaan domestik melemah dan pertumbuhan lapangan kerja (job growth) mengalami perlambatan. Volatilitas aktivitas ekonomi juga dipengaruhi oleh percepatan impor pada awal tahun untuk mengantisipasi tarif, yang kini justru menambah risiko inflasi.
Menurutnya, kombinasi faktor tersebut memberi ruang bagi bank sentral untuk menurunkan suku bunga, meski perlu dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan data terbaru.
Kozack juga menyoroti revisi data ketenagakerjaan dari AS. 911.000 pekerjaan tercipta atau lebih sedikit dalam kurun waktu dua belas bulan hingga Maret 2025. Hal tersebut menandakan perlambatan tenaga kerja sudah terjadi sebelum kebijakan tarif agresif diberlakukan.
Kozack menyebut revisi ini sedikit lebih besar dari rata-rata historis. Ia menambahkan bahwa faktor penyebabnya bisa berasal dari masalah statistik maupun kesalahan respons survei. IMF sendiri dijadwalkan membahas persoalan ini lebih lanjut dalam tinjauan ekonomi terkait pada November 2025.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement