Sentimen Publik Terhadap Reshuffle Kabinet Cenderung Bernuansa Kritis, Menkeu Jadi Sorotan Utama
Kredit Foto: Cita Auliana
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bersama Continuum Data Indonesia menggelar diskusi publik bertajuk “Sentimen Publik Terhadap Reshuffle Kabinet” pada 11 September 2025. Diskusi ini menghadirkan peneliti Continuum Data Indonesia Wahyu Tri Utomo serta Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, dengan pengantar dari ekonom senior INDEF, Prof. Didik J. Rachbini.
Wahyu Tri Utomo memaparkan hasil riset sentimen publik yang dihimpun dari media sosial TikTok, Twitter, YouTube, Facebook, dan Instagram pada 8–9 September 2025. Dari total 44.404 percakapan yang dianalisis, mayoritas berasal dari TikTok, sedangkan Instagram mencatat jumlah terendah. Hasil riset menunjukkan 64% sentimen publik terkait reshuffle kabinet bersifat negatif.
Publik dinilai skeptis terhadap kemungkinan reshuffle membawa perubahan, terlebih karena sejumlah menteri yang dinilai layak diganti tetap dipertahankan, seperti Menteri Hukum dan HAM serta Kapolri. Netizen juga menyoroti peran Kementerian HAM dalam aksi demonstrasi yang dinilai berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Kementerian Keuangan menjadi topik paling banyak dibicarakan. Pergantian Sri Mulyani mendapat sorotan besar; publik memberi simpati atas pengabdiannya, namun tetap mengkritisi kebijakan pajak yang dinilai membebani.
Baca Juga: Reshuffle Menteri Keuangan: Fokus Pemulihan Ekonomi Jangka Pendek
Sementara itu, Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, dianggap berpengalaman, tetapi pernyataannya saat pelantikan dinilai kurang tepat sehingga memicu kritik. Selain itu, pencopotan Menteri Koperasi Budi Arie Baswedan juga ramai diperbincangkan, terutama terkait kasus judi online, dengan mayoritas sentimen negatif.
Dari sisi ekonomi, Eko Listiyanto menekankan bahwa target pertumbuhan hanya dapat tercapai bila kebijakan fiskal dan moneter berjalan seimbang. Ia menilai rencana pemindahan rekening pemerintah dari Bank Indonesia ke bank umum bukan solusi utama. Menurutnya, masalah bukan terletak pada likuiditas, melainkan stagnasi sektor riil yang enggan menyerap kredit produktif.
Eko mendorong agar APBN digunakan secara efisien, terutama untuk mendukung produktivitas, serta menekankan pentingnya dana transfer daerah sebagai motor pertumbuhan ekonomi lokal. Ia juga menegaskan bahwa kebijakan perbankan baru akan efektif jika disertai langkah nyata menggerakkan sektor riil, termasuk deregulasi, penurunan biaya kredit, dan pemberantasan praktik yang membebani pelaku usaha.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement