Kredit Foto: PT Kilang Pertamina Internasional
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, mengatakan akselerasi transisi energi telah menggerus bisnis pengolahan kilang minyak global.
Hal ini ia sampaikan saat menanggapi isu yang di lontarkan oleh Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero) yang menyebut ada 17 kilang minyak global diramal tutup jelang 2030.
"Jadi ini kita melihat karena ada perubahan penggunaan energi juga, mungkin itu dampaknya ada terhadap kilang-kilang secara global," ujar Yuliot di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Baca Juga: Capai Emisi Nol Bersih di 2060, Indonesia Terus Pacu Transisi Energi di Sektor Transportasi
Menurut Yuliot, Tiongkok menjadi contoh nyata pergeseran besar konsumsi energi. Negeri Tirai Bambu kini mencatat lebih dari 50% transportasi telah beralih menggunakan baterai, baik kendaraan pribadi, transportasi umum, maupun alat berat.
"Berarti kalau kita lihat dari SPBU yang ada di China, tutupnya sudah lebih dari 60% dari kondisi yang ada," imbuhnya.
Meski demikian, Yuliot optimistis industri kilang dalam negeri masih memiliki prospek. Hal ini didorong tingginya kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia yang saat ini mencapai sekitar 1,5 juta barel per hari.
"Untuk kebutuhan BBM satu hari itu masih sekitar 1,5 juta barel, ini ada yang diolah di kilang dalam negeri, ada yang berasal dari impor. Jadi, ini kita lihat bagaimana optimalisasi kilang yang ada di dalam negeri," jelasnya.
Baca Juga: Kilang Pertamina Lampaui Target Operasional Semester I 2025
Sebelumnya, Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menyebut bisnis perkilangan global menghadapi tekanan berat akibat harga minyak rendah dan pasokan berlebih.
"Beberapa perusahaan besar itu mengalami impairment dan kendala dalam mendapatkan profitability. Ini kita bisa lihat beberapa perusahaan, bp, TotalEnergies, dan seterusnya termasuk Chevron memang mendapat tantangan dari rendahnya harga minyak dan oversupply," kata Oki dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Kamis (11/9/2025).
Oki menambahkan, pasokan minyak olahan yang melimpah membuat spread harga kilang turun signifikan, sehingga menggerus keuntungan perusahaan migas global maupun nasional.
Baca Juga: Peran Strategis Industri Sawit dalam Pengentasan Kemiskinan
Baca Juga: Peran Strategis Industri Sawit dalam Pembangunan Ekonomi Daerah
"Dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030. Ini tentu tantangan kita bersama dengan semangat untuk mengejar ketahanan energi, menciptakan lapangan pekerjaan, tentu kita semuanya akan merawat sebaik mungkin seluruh kilang yang kita miliki," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement