Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tangkal Upaya Memecah Belah Bangsa, Solidaritas Antar Etnik Dipandang Ampuh

Tangkal Upaya Memecah Belah Bangsa, Solidaritas Antar Etnik Dipandang Ampuh Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Solidaritas antar etnik, khususnya yang berkembang antara etnik Tionghoa dan kelompok masyarakat lainnya di Indonesia, akhir-akhir ini dipandang semakin menguat. Meningkatnya solidaritas itu terlihat dalam peristiwa aksi protes di akhir bulan Agustus 2025 yang lalu.

Dalam hal ini, seruan tak bertanggung jawab sejumlah oknum untuk menjadikan toko-toko milik Tionghoa sebagai sasaran tindakan pengrusakan, justru direspons oleh masyarakat Indonesia dengan seruan sebaliknya, yaitu agar masyarakat Indonesia dari berbagai kelompok etnis saling menjaga dan melindungi satu sama lain. 

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (Aspertina) Andrew Susanto mendorong agar Tionghoa semakin aktif untuk bersama-sama membangun bangsa.

“Kiprah-kiprah tokoh Tionghoa pada masa lalu dan kini menunjukan bahwa Tionghoa adalah bagian integral yang tak terpisahkan dari bangsa Indonesia. Penting bagi kita untuk memperkokoh keyakinan tersebut, sehingga perlu untuk bersama-sama membangun Republik Indonesia yang kita cintai ini,” tutur Andrew dalam acara diskusi publik bertajuk “Bagi Indonesia: Tionghoa dan Aktivisme dari Masa ke Masa, yang diselenggarakan oleh Ikatan Pemuda Tionghoa Indonesia (IPTI), Aspertina, dan Forum Sinologi Indonesia (FSI), di Jakarta, Minggu (14/9).

Hadir pula dalam acara tersebut Ketua Umum IPTI Ardy Susanto Oey, dan Ketua sekaligus pendiri FSI, Johanes Herlijanto. Ardy mengatakan bahwa sama seperti diaspora Indonesia yang sudah menjadikan negara asing sebagai tanah airnya, Tionghoa pun memandang Indonesia sebagai tanah air mereka.

Baca Juga: Rosan Bawa Kabar Soal Investasi Baterai, Kereta Cepat, dan Giant Sea Wall dari Tiongkok

Bagi para peneliti dan pemerhati yang tergabung dalam FSI, menguatnya solidaritas di atas merupakan hasil positif dari makin berkembangnya pandangan bahwa Tionghoa adalah bagian yang utuh dari bangsa Indonesia, tak kurang sedikit pun. Dalam anggapan para peneliti itu, pandangan tersebut merupakan sebuah pandangan yang benar, karena terbukti di dalam sejarah Indonesia.

“Sejak pembangunan bangsa Indonesia mulai berlangsung, selalu terdapat kelompok Tionghoa yang memilih untuk berpihak pada bangsa Indonesia, yang mereka anggap sebagai bangsa mereka sendiri, alih-alih berpihak pada kekuatan asing, baik itu kolonial Belanda, ataupun China,” ujar Sekretaris FSI Muhammad Farid. 

Menurutnya, dalam berbagai zaman baik di masa lalu maupun sekarang ini, tak sedikit tokoh-tokoh Tionghoa dari berbagai usia turut terlibat dalam aktivisme yang bertujuan membela masyarakat, serta menyerukan adanya pemerintahan yang lebih baik di negeri ini. 

“Pada masa lalu, kita mengenal nama-nama seperti Soe Hok Gie, Yap Thiam Hien, Ester Indahyani Yusuf, Hendrawan Sie, dan Yap Yun Hap, yang bukan saja berjuang, tetapi mengorbankan dirinya bagi perjuangan demi bangsa dan masyarakat yang lebih baik,” tutur Farid. 

Sebagai pengingat, baik Hendrawan Sie dan Yap Yun Hap adalah dua orang aktivis mahasiswa yang berlatar belakang etnik Tionghoa, yang gugur dalam dua aksi protes terpisah pada tahun 1998, ketika Indonesia sedang bertransformasi menuju era reformasi.

Sedangkan Soe Hok Gie adalah aktivis mahasiswa pada tahun 1960-an, yang dikenal dengan sikapnya yang menentang Partai Komunis Indonesia (PKI), namun juga berani melontarkan kritik terhadap pemerintahan Orde Baru. 

Baca Juga: Topremit Luncurkan Fitur Scan QR Alipay untuk Transfer ke Tiongkok

Menurut Farid, aktivisme yang memperlihatkan keindonesiaan dari etnik Tionghoa bukan hanya cerita dari masa yang sudah lalu, tetapi masih berlangsung hingga hari ini. Generasi muda Tionghoa terlihat menekankan keindonesiaan mereka, sambil tetap berupaya memahami identitas etnik dan budaya mereka. 

“Melalui akun-akun media sosial, mereka menggunakan istilah Chindo, dan dengan bangga menekankan keindonesiaan mereka,” jelas Farid yang juga Dosen jurusan Hubungan Internasional Universitas Presiden itu. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Belinda Safitri

Advertisement

Bagikan Artikel: