Belanja R&D Indonesia Baru 0,24 Persen PDB, Target Naik 1 Persen
Kredit Foto: Ist
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan pemerintah akan memperkuat ekosistem kecerdasan artifisial (AI) di Indonesia dengan menyeimbangkan inovasi dan mitigasi risiko. Salah satu langkah kunci ialah meningkatkan belanja riset dan pengembangan (R&D) nasional dari 0,24 persen menjadi 1 persen dari produk domestik bruto (PDB), sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
“R&D kita masih sekitar 0,24 persen dari PDB. Tetapi kita punya komitmen, kita akan meningkatkan R&D sampai 1 persen sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi kita,” tutur Nezar Patria dikutip dari keterangan resmi, Rabu (17/9/2025).
Menurut Nezar untuk memperkuat ekosistem AI di Indonesia itu membutuhkan keseimbangan antara inovasi dan mengamati setiap masalah AI yang ada di dunia.
“Yang kita butuhkan pada tahap ini di Indonesia, di tengah lanskap perkembangan AI di tingkat global, adalah bagaimana menyeimbangkan inovasi dengan juga mengamati risiko-risiko yang akan muncul dari pengembangan Artificial Intelligence di tingkat global,” jelas Nezar.
Baca Juga: Kemkomdigi Jelaskan Alasan Video Presiden Prabowo Tayang di Bioskop
Lebih lanjut, Nezar menjelaskan 4 pilar yang bisa menyukseskan AI di Indonesia, mulai dari kolaborasi hingga meningkatkan kapasitas R&D.
“Yang pertama adalah menguatkan keterlibatan berbagai pihak dan seluruh lini pemerintah. Kedua, kita juga melakukan mitigasi risiko karena ada banyak potensi negatif yang harus diantisipasi. Lalu yang ketiga adalah pengembangan inovasi, dan yang terakhir adalah bagaimana meningkatkan kapabilitas dan kapasitas teknologi riset dan inovasi,” tutur Nezar.
Di sisi lain, Nezar pun menyoroti salah satu risiko utama AI generatif, yaitu penyalahgunaan teknologi deepfake dan disinformasi. Ia menilai maraknya konten manipulatif dapat mengancam ruang publik dan kepentingan politik tertentu.
Maka dari itu, Nezar menilai jika Indonesia perlu belajar dari regulasi global. Uni Eropa menerapkan AI Act dengan pendekatan berbasis risiko, Amerika Serikat mengeluarkan Executive Order yang menekankan transparansi dan keamanan, sementara Tiongkok memperketat regulasi AI generatif.
“Ini penting untuk mendorong inovasi dan memperkuat seluruh prosesnya dengan mengambil praktik terbaik yang ada di berbagai tempat, agar adopsi AI dapat kita akselerasi dengan lebih cepat,” tandas Nezar.
Nezar menegaskan, keempat pilar pengembangan AI tersebut menjadi fondasi agar ekosistem nasional tumbuh adaptif, etis, dan bermanfaat bagi publik.
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menegaskan pemerintah akan memperkuat ekosistem kecerdasan artifisial (AI) di Indonesia dengan menyeimbangkan inovasi dan mitigasi risiko. Salah satu langkah kunci ialah meningkatkan belanja riset dan pengembangan (R&D) nasional dari 0,24 persen menjadi 1 persen dari produk domestik bruto (PDB), sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.
“R&D kita masih sekitar 0,24 persen dari PDB. Tetapi kita punya komitmen, kita akan meningkatkan R&D sampai 1 persen sesuai dengan laju pertumbuhan ekonomi kita,” tutur Nezar Patria dikutip dari keterangan resmi, Rabu (17/9/2025).
Menurut Nezar untuk memperkuat ekosistem AI di Indonesia itu membutuhkan keseimbangan antara inovasi dan mengamati setiap masalah AI yang ada di dunia.
Baca Juga: Menkomdigi Tegaskan Penutupan Fitur Live TikTok Bukan Intervensi dari Pemerintah
“Yang kita butuhkan pada tahap ini di Indonesia, di tengah lanskap perkembangan AI di tingkat global, adalah bagaimana menyeimbangkan inovasi dengan juga mengamati risiko-risiko yang akan muncul dari pengembangan Artificial Intelligence di tingkat global,” jelas Nezar.
Lebih lanjut, Nezar menjelaskan 4 pilar yang bisa menyukseskan AI di Indonesia, mulai dari kolaborasi hingga meningkatkan kapasitas R&D.
“Yang pertama adalah menguatkan keterlibatan berbagai pihak dan seluruh lini pemerintah. Kedua, kita juga melakukan mitigasi risiko karena ada banyak potensi negatif yang harus diantisipasi. Lalu yang ketiga adalah pengembangan inovasi, dan yang terakhir adalah bagaimana meningkatkan kapabilitas dan kapasitas teknologi riset dan inovasi,” tutur Nezar.
Di sisi lain, Nezar pun menyoroti salah satu risiko utama AI generatif, yaitu penyalahgunaan teknologi deepfake dan disinformasi. Ia menilai maraknya konten manipulatif dapat mengancam ruang publik dan kepentingan politik tertentu.
Maka dari itu, Nezar menilai jika Indonesia perlu belajar dari regulasi global. Uni Eropa menerapkan AI Act dengan pendekatan berbasis risiko, Amerika Serikat mengeluarkan Executive Order yang menekankan transparansi dan keamanan, sementara Tiongkok memperketat regulasi AI generatif.
“Ini penting untuk mendorong inovasi dan memperkuat seluruh prosesnya dengan mengambil praktik terbaik yang ada di berbagai tempat, agar adopsi AI dapat kita akselerasi dengan lebih cepat,” tandas Nezar.
Nezar menegaskan, keempat pilar pengembangan AI tersebut menjadi fondasi agar ekosistem nasional tumbuh adaptif, etis, dan bermanfaat bagi publik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement