Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
MTI menyoroti biaya sosial dan ekonomi akibat penyalahgunaan sirene dan rotator (strobo) di jalan raya. Belakangan ini, fenomena ini dinilai tidak sekadar mengganggu kenyamanan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem darurat.
“Masyarakat sering melihat kendaraan pribadi atau pejabat yang bukan dalam keadaan darurat menggunakan strobo untuk menerobos kemacetan. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa strobo adalah simbol hak istimewa dan bukan alat untuk keselamatan publik,” ujarnya, Selasa (23/9/2025).
Menurut Djoko, kebisingan dari sirene juga membawa dampak serius bagi kesehatan masyarakat. Suara nyaring yang muncul di malam hari atau kawasan padat penduduk berpotensi menimbulkan stres, kecemasan, hingga mengganggu waktu istirahat warga.
Baca Juga: DPR Minta Polisi Gencarkan Razia Strobo untuk Orang-Orang Arogan
“Orang tua, orang sakit, atau mereka yang ingin beristirahat sering merasa terganggu oleh kebisingan yang berlebihan,” katanya.
Selain itu, dampak ekonomi juga tak bisa diabaikan. Penyalahgunaan strobo memperlambat respons masyarakat terhadap situasi darurat sesungguhnya.
Hal ini menimbulkan risiko keterlambatan penanganan kecelakaan atau transportasi medis yang seharusnya mendapat prioritas.
Baca Juga: Muncul Gerakan Stop Strobo dan Sirine Pejabat Arogan
Lebih jauh, Djoko menilai penolakan publik terhadap strobo semakin vokal. Media sosial kerap dipenuhi petisi maupun kritik terhadap perilaku pengguna jalan yang merasa memiliki hak istimewa.
“Ketika sirene dan strobo digunakan secara sembarangan, kepercayaan masyarakat terhadap sistem darurat bisa menurun,” tegasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement