Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Polemik BPHTB Rumah Warisan Artis Leony di Tangsel, Pengamat: Tarif Diatur UU HKPD

Polemik BPHTB Rumah Warisan Artis Leony di Tangsel, Pengamat: Tarif Diatur UU HKPD Kredit Foto: Instagram.com/leonyvh

Menurutnya, penerapan BPHTB atas perolehan karena warisan diatur berdasarkan peraturan daerah di masing-masing kabupaten/kota pemerintah, namun ia menyebut jika DPRD kabupaten/kota dapat mengecualikan perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan karena warisan.

"Misalnya karena adanya kebijakan tertentu dari pemerintah tersebut. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU HKPD)," kata dia.

Besaran BPHTB terutang, kata dia, dihitung dengan menggunakan self assessment system oleh wajib pajak, dengan cara mengalikan tarif dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP), setelah dikurangi dengan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTКР).

Baca Juga: Penegakan Hukum dalam Demonstrasi Hanya Dilakukan pada Pihak Ini

Adrianto menjelaskan bahwa penghitungan tersebut nantinya akan melalui proses validasi oleh pejabat badan pendapatan daerah kabupaten/kota. Proses itu pun menjadi satu kesatuan dalam proses peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh pejabat pembuat akta tanah dan kantor pertanahan.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 95 ayat (2) UU HKPD, ia menyebut ketika ada wajib pajak merasa keberatan karena mengalami kesulitan finansial, maka pemerintah daerah dimungkinkan untuk memberikan pengurangan, pembetulan, dan pembatalan ketetapan pajak.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 102 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PP KUPD) juga mengatur bahwa kepala daerah dapat memberikan keringanan, pengurangan, pembebasan, dan penundaan pembayaran atas pokok dan/atau sanksi Pajak dengan memperhatikan kondisi Wajib Pajak dan/atau objek Pajak Pengaturan lebih lanjut, termasuk petunjuk teknis dan pelaksanaan kedua pasal tersebut diatur pada peraturan daerah dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.

"Istilah keberatan pajak memiliki makna sendiri sebagai upaya hukum dalam hal wajib pajak tidak menyetujui hasil penghitungan pajak oleh fiskus. Ketentuan mengenai keberatan pajak daerah diatur pada UU HKPD, PP KUPD, dan peraturan daerah kabupaten/kota serta peraturan bupati/walikota," katanya.

Terkait dengan BPHTB di setiap daerah presentasenya tidak sama, Adrianto menjelaskan bahwa hal itu karena di UU HKPD hanya mengatur tarif maksimum pajak-pajak daerah yang dapat dikenakan oleh pemerintah kabupaten/kota. 

Khusus BPHTB, kata dia, Pasal 47 ayat (1) UU HKPD mengatur bahwa "Tarif BPHTB ditetapkan paling tinggi sebesar 5% (lima persen). Tarif yang riil dikenakan di tiap-tiap kabupaten/kota akan diatur dengan peraturan daerah (Pasal 47 ayat (2) UU HKPD). 

"Selain itu, pemerintah kabupaten/kota juga diberi kewenangan untuk menentukan besaran NPOPTKP di wilayahnya," katanya. Ia menyebut bahwa pada Pasal 46 ayat (5) dan ayat (6) UU HKPD hanya mengatur NPOPTKP paling rendah yang dapat dihitung dalam menghitung besaran BPHTB terutang. 

"Berbeda dengan tarif BPHTB, semakin besar NPOPTKP, semakin kecil BPHTB terutang," ujar Adrianto.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Belinda Safitri

Advertisement

Bagikan Artikel: