- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
PTBA Kunci 800 Juta Ton Batu Bara Buat Hilirisasi, DME Jalan Tahun Depan
Kredit Foto: Unsplash/Vladimir Patkachakov
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mematok langkah konkret dalam strategi hilirisasi batu bara dengan menargetkan dimulainya groundbreaking pabrik DME (dimethyl ether) pada 2026.
Direktur Hilirisasi dan Diversifikasi Produk PTBA, Turino Yulianto, mengatakan perusahaan sudah menyiapkan infrastruktur dan pasokan batu bara untuk menopang proyek skala besar tersebut.
Turino menegaskan PTBA telah “mengunci” 800 juta ton batu bara untuk keperluan hilirisasi, tidak hanya DME. Langkah ini dimaksudkan untuk memberi kepastian suplai kepada investor dan pabrik yang membutuhkan jangka panjang.
Turino menyebut satu pabrik DME membutuhkan pasokan batu bara sebesar 5 hingga 6 juta ton per tahun. Dengan rata-rata umur industri sekitar 20 tahun, maka dibutuhkan jaminan pasokan 100–120 juta ton.
Baca Juga: Komisi XII Hilirisasi Batubara Jangan Cuma DME
"Kami lock 800 juta ton itu di Sumatera Selatan dan di Riau. Ini khusus hilirisasi. Jadi dari sisi suplai bahan baku sudah ready, nih,” kata Turino dalam Hipmi-Danantara Indonesia Business Forum 2025, di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Turino membocorkan kalau PTBA tidak menggarap semua proyek DME. Sebab, jika mengacu pada dokumen pra-FS yang diserahkan Ketua Satgas Hilirisasi kepada BPI Danantara, jumlah proyek DME di Indonesia mencapai enam lokasi.
"Bukan kami. Tapi salah satu aja," ucapnya.
Adapun, kata Turino, hilirisasi batu bara akan dipusatkan oleh PTBA di kawasan industri yang telah disiapkan seluas 600 hektare bernama Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE) di Muara Enim, Sumatera Selatan.
"Kami sudah punya kawasan industri, 600 hektare, Bacbie namanya. Bukit Asam, Bukit Asam Coal Based Industrial Estate (BACBIE)," katanya.
Baca Juga: Di Forum Lingkungan, Bahlil Sebut Batubara Tidak Kotor, Kok Bisa?
Turino menjelaskan, proyek DME memerlukan investasi besar sehingga keekonomian proyek bergantung pada tiga variabel utama: harga batu bara sebagai feedstock, besarnya capex dan biaya operasional, serta harga jual produk akhir seperti DME, metanol, atau produk turunannya.
Proyek yang digadang dapat menutup gap impor LPG 3 kg ini sebelumnya sempat terhenti setelah investor penyedia teknologi mundur karena proyek dinilai tidak layak secara keekonomian. Namun, PTBA memastikan kalkulasi bisnis dan strategi baru kini lebih matang.
Turino menyebut PTBA telah menghitung aspek korporasi sekaligus mempertimbangkan kepentingan negara, terutama dalam mendukung ketahanan energi nasional.
Baca Juga: Ambisi Energi Terbarukan Dikecilkan, Batubara Tetap Jadi Raja di PP KEN 2025
"Ini kami lagi berembuk dengan Danantara. Mau beli di harga berapa, dan segala macam. Dari sisi PTBA kami menyiapkan sampai produksi," tambahnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement