Pasar Kripto Terjebak Ketidakpastian Setelah Government Shutdown di AS
Kredit Foto: Unsplash/Kanchanara
Penutupan sebagian pemerintahan Amerika Serikat yang telah berlangsung selama 22 hari mulai menekan stabilitas dan arah jangka panjang industri aset kripto.
Akibat kebijakan ini, proses legislasi dan pengawasan keuangan terhambat, sementara pasar kripto global menunjukkan pelemahan tipis.
Dalam 24 jam terakhir, Bitcoin (BTC) melemah 0,15% dan bertahan di level US$107.850 atau sekitar Rp1,79 miliar. Dominasi pasar BTC (BTC.D) tercatat di 59,86%, sedangkan total kapitalisasi pasar kripto turun 0,47% menjadi US$3,59 triliun.
Baca Juga: Pasar Kripto Menguat, Harga Bitcoin Menyentuh US$111.000
Kondisi tersebut diperburuk dengan tertundanya pembahasan regulasi penting di Senat AS. Pemerintah saat ini memprioritaskan negosiasi anggaran untuk mengakhiri government shutdown, sehingga pembahasan rancangan undang-undang Digital Asset Market Clarity Act (CLARITY Act) terpaksa ditunda. Padahal, beleid ini telah disahkan oleh House of Representatives sejak Juli lalu.
"Senat kini harus memprioritaskan isu penutupan pemerintahan, menyebabkan waktu untuk mempertimbangkan rancangan undang-undang terkait regulasi pasar kripto, seperti Digital Asset Market Clarity Act, kian menipis. Padahal, CLARITY Act telah disahkan oleh House (DPR) pada Juli lalu," jelas Financial Expert Ajaib Panji Yudha, dalam keterangan resmi, Kamis (23/10/2025).
Penundaan juga terjadi di Securities and Exchange Commission (SEC), lembaga pengawas pasar modal AS yang berperan sentral dalam penentuan arah kebijakan aset digital. Dengan hanya staf esensial yang bekerja, pertimbangan terhadap produk exchange-traded product (ETP) dan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) baru harus ditangguhkan.
SEC bahkan menyatakan ketidakpastian atas nasib puluhan exchange-traded fund (ETF) berisiko tinggi, termasuk produk dengan leverage hingga lima kali, yang diajukan sebelum shutdown dimulai. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran investor atas tertundanya inovasi instrumen keuangan kripto di pasar Amerika.
Baca Juga: Pasar Kripto Indonesia Tumbuh 16%, Derivatif Melonjak Dua Kali Lipat
Meski begitu, otoritas tersebut memberi keringanan administratif bagi perusahaan yang tengah mengajukan IPO. Dalam pernyataan resminya, SEC menyebut tidak akan menjatuhkan sanksi kepada emiten yang tidak mencantumkan informasi penetapan harga dalam prospektus karena pejabat peninjau dokumen tidak dapat bekerja selama shutdown.
"Sebelumnya, SEC telah membuat pengecualian untuk memudahkan perusahaan go public selama shutdown. SEC tidak akan memberikan sanksi kepada perusahaan yang menghilangkan informasi penetapan harga dari prospektus IPO yang diajukan selama periode penutupan, karena pejabat tidak dapat meninjau dokumen pendaftaran," ujar Panji.
Penutupan pemerintahan ini menjadi salah satu yang terpanjang dalam sejarah AS, dan analis menilai dampaknya terhadap sektor kripto dapat meluas bila kebuntuan politik tidak segera teratasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement