- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Komunitas
Ekosistem UMKM Sawit Dinilai Belum Kuat, IPB Dorong Pengembangan Inkubator dan Teknologi Murah
Kredit Foto: Sahril Ramadana
Pusat Studi SEAFAST Center IPB mendorong penguatan ekosistem usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sawit agar sektor tersebut dapat menjadi penggerak ekonomi baru di daerah.
Direktur SEAFAST Center IPB, Puspo Edi Giriwono, menyebut pengembangan teknologi murah seperti mesin produksi minyak sawit merah menjadi salah satu kunci pemberdayaan ekonomi rakyat berbasis sawit.
Baca Juga: Petani Sawit Peringatkan B50 Bisa Bikin Harga TBS Ambruk
Menurut Puspo, teknologi pembuatan minyak sawit merah dapat diakses oleh UMKM dengan modal sekitar Rp150 juta.
“Kalau beli di Alibaba saja sudah bisa dapat mesin untuk menghasilkan minyak sawit merah,” ujar Puspo ketika ditemui usai Workshop Jurnalis Promosi UKM sawit bertajuk “Kolaborasi Media dan Pelaku UKM Sawit untuk Indonesia Emas 2045” di Banten, dikutip Minggu (26/10/2025).
Ia menjelaskan, teknologi tersebut mudah diterapkan dan dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk produksi minyak makan, tetapi juga berbagai produk turunan seperti sabun, lotion, hingga bahan pangan bernilai tambah tinggi.
“Minyak sawit merah ini memiliki kandungan antioksidan tinggi dan terbukti efektif dalam penanganan gizi buruk sebelum menjadi stunting,” katanya.
Berdasarkan hasil kajian SEAFAST IPB, minyak sawit merah mampu membantu pemulihan anak dengan gizi buruk dalam waktu kurang dari delapan minggu. Hal ini menjadi peluang besar bagi UMKM untuk mengembangkan produk fungsional yang memiliki nilai sosial dan ekonomi sekaligus.
Namun, Puspo menilai tantangan utama pengembangan UMKM sawit di Indonesia adalah belum terbentuknya ekosistem yang kuat antara pelaku usaha, lembaga riset, investor, dan pasar. Ia mencontohkan, di negara lain UMKM mampu tumbuh cepat karena dukungan angel investor dan jaringan bisnis yang solid.
“Di luar negeri, banyak angel investor yang bukan hanya menanam modal, tapi juga membina UMKM. Kalau di Indonesia, itu masih minim,” ujarnya.
Menurutnya, pengembangan UMKM sawit memerlukan dukungan program yang berkelanjutan, bukan sekadar penyaluran dana.
Baca Juga: BPDP Gelar Fun and Play Bersama Sahabat Kecil Sawit
Baca Juga: Bertumbuh Bersama BPDP di acara Trade Expo Indonesia 2025
“Kalau sudah disediakan Rp200 triliun untuk pembiayaan, programnya harus jelas. Bukan hanya dikucurkan, lalu selesai,” tegasnya.
Ia menilai keberhasilan UMKM sawit sangat bergantung pada kekuatan jaringan antaraktor di dalam ekosistem. Contohnya, di IPB, beberapa UMKM binaan inkubator bisnis telah berhasil menghasilkan produk turunan sawit seperti gula dari nira, helm dan serat tekstil dari limbah sawit, hingga bahan pangan alternatif.
“Kalau inkubator bisnisnya kuat, terhubung dengan investor, pemasaran, dan pasar luar negeri, maka UMKM sawit bisa berkembang pesat,” jelasnya.
Puspo juga mendorong agar lebih banyak dibangun inkubator bisnis sawit di berbagai daerah. Ia menilai, kehadiran universitas, perusahaan besar, dan CSR korporasi dapat membantu menyiapkan fasilitas dan pendampingan bagi pelaku UMKM sawit di tingkat lokal.
“Tidak semua harus datang jauh-jauh ke IPB. Setiap daerah sebaiknya memiliki inkubator sendiri, dengan standar pengelolaan jaringan yang baik,” ujarnya.
Dengan riset yang terus berkembang dan potensi produk turunan sawit yang semakin luas, Puspo meyakini bahwa UMKM sawit bisa menjadi sektor strategis dalam mendorong ekonomi nasional berbasis sumber daya lokal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement