Kredit Foto: SKK Migas
Harga minyak dunia bergerak stabil pada perdagangan di Kamis (13/11). Investor menyeimbangkan kekhawatiran terhadap potensi kelebihan pasokan global dengan ancaman gangguan pasokan akibat sanksi dari Amerika Serikat (AS) ke Lukoil Rusia.
Dilansir dari Reuters, Jumat (14/11), Brent crude naik 0,5% menjadi US$63,01. Sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,3% ke US$58,69.
Baca Juga: Dirjen Migas Bongkar Sebaran Cadangan Minyak RI, Ternyata Masih Didominasi Wilayah Ini
“Akan ada dukungan cukup kuat bagi harga minyak di sekitar US$60 per barel, terutama jika terjadi gangguan jangka pendek pada arus ekspor Rusia setelah sanksi yang lebih ketat diberlakukan,” kata Pimpinan Tim Sektor Energi DBS Bank, Suvro Sarkar.
AS menjatuhkan sanksi baru terhadap Lukoil Rusia. Hal ini guna untuk menekan negara tersebut agar kembali ke meja perundingan terkait perang di Ukraina. Sanksi tersebut melarang seluruh transaksi dengan perusahaan energi itu mulai 21 November.
Laporan Administrasi Informasi Energi (EIA) AS menunjukkan peningkatan stok minyak mentah lebih besar dari perkiraan, sementara stok bensin dan distilat turun lebih sedikit dari yang diantisipasi.
EIA melaporkan persediaan minyak mentah naik 6,4 juta barel menjadi 427,6 juta barel pada pekan yang berakhir 7 November. Sementara American Petroleum Institute (API) menyebutkan stok minyak naik sekitar 1,3 juta barel.
Adapun Organisasi Negara Pengeskpor Minyak (OPEC) memperkirakan suplai minyak dunia akan sedikit melebihi permintaan pada 2026. Surplus tersebut dipicu peningkatan produksi oleh kelompok OPEC+.
International Energy Agency (IEA) juga menaikkan proyeksi pertumbuhan pasokan global untuk tahun ini dan tahun depan, yang semakin mengindikasikan surplus lebih besar pada 2026.
Baca Juga: Dirjen Migas : bP-AKR Bakal Pesan Lagi BBM Pertamina, Segini Kapasitasnya!
EIA menyatakan produksi minyak diperkirakan mencetak rekor lebih tinggi tahun ini dibandingkan perkiraan sebelumnya. Badan tersebut juga memperkirakan inventori minyak global akan terus meningkat hingga 2026. Hal itu karena pertumbuhan produksi lebih cepat daripada permintaan bahan bakar minyak, sehingga menambah tekanan pada harga.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Aldi Ginastiar
Advertisement