Kredit Foto: Istimewa
PT PLN (Persero) menegaskan kesiapan penuh memasok tambahan daya listrik hingga 406 megawatt (MW) untuk mendukung ekspansi besar-besaran smelter aluminium PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) di Kuala Tanjung, Sumatera Utara.
Direktur Retail dan Niaga PLN, Adi Priyanto, menjelaskan sistem kelistrikan Sumatera Utara saat ini masih memiliki ruang cadangan yang cukup untuk mengakomodasi kebutuhan Inalum.
“Sistem Sumatera Utara saat ini memiliki daya mampu 2.736 megawatt dengan beban puncak 2.297 megawatt, sehingga tersisa cadangan sebesar 439 megawatt,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (20/11/2025).
Kebutuhan tambahan Inalum akan dipenuhi PLN secara bertahap, yaitu pada tahun 2029 sekitar 200 MW dan pada tahun 2031 dengan total 406 MW.
Baca Juga: Gandeng Norwegia di COP30 Brasil, PLN Sepakati Kerja Sama Transaksi Karbon Terbesar Dunia
PLN juga menegaskan, untuk menjaga status green product dari aluminium Inalum, suplai listrik akan diupayakan semaksimal mungkin berasal dari pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang tersedia di Sumatera Utara, seperti PLTA Asahan dan PLTA Batang Toru serta PLTP Sarulla.
Sudah Masuk RUPTL, Didukung Jaringan 500 kV Baru
Direktur Transmisi dan Perencanaan Sistem PLN, Edwin Nugraha, menambahkan bahwa kebutuhan listrik Inalum sudah resmi dimasukkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034. Sejumlah proyek pembangkit telah dialokasikan untuk menopang suplai ke smelter Kuala Tanjung, antara lain:
-
PLTA Asahan I
-
PLTA Asahan III
-
Ekspansi PLTA Asahan I
-
PLTP Sarulla 330 MW
-
PLTA Batang Toru 510 MW
Untuk menjamin keandalan pasokan, sistem ini akan diperkuat oleh tulang punggung transmisi 500 kV yang tengah dibangun, yang mencakup jalur:
-
Perawang – Peranap
-
Peranap – Rantau Prapat
-
Rantau Prapat – Galang
Proyek ini juga dilengkapi dengan pembangunan Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) 500 kV Kuala Tanjung sebagai terminal utama suplai ke smelter Inalum.
Baca Juga: Industri Nikel Makin Tangguh, MIND ID Jadi Penopang Utama Hilirisasi Nasional
“Rencananya transmisi 500 kV ini rampung 2028 untuk inline dengan kebutuhan tambahan daya Inalum yang mulai naik pada 2029,” jelas Edwin.
Dengan konfigurasi tersebut, PLN ingin menunjukkan bahwa ekspansi industri hilir mineral dapat berjalan seiring dengan penguatan sistem kelistrikan dan peningkatan bauran EBT di Sumatera Utara.
Inalum Kejar Produksi 520 Ribu Ton, Butuh Tambahan 406 MW
Sebagaimana diketahui, Inalum tengah menyiapkan ekspansi besar fasilitas pemurnian aluminium di Kuala Tanjung melalui pembangunan new potline keempat. Proyek yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2029 dan optimal pada 2031 ini akan mendorong peningkatan kapasitas produksi dari 275 Kilo Tonnes Per Annum (KTPA) menjadi hingga 520 KTPA.
Direktur Utama Inalum, Melati Sarnita, menegaskan bahwa kebutuhan tambahan daya sebesar 406 MW bersifat kritikal, mengingat proses peleburan aluminium merupakan industri berenergi tinggi yang harus beroperasi 24 jam tanpa henti.
“Proyek keempat adalah new potline 4 Kuala Tanjung dengan optimalisasi proses dari 2029 sampai 2031,” ujarnya.
Saat ini Inalum mengandalkan dua pembangkit listrik tenaga air (PLTA) — Siguragura dan Tangga — dengan kapasitas total 603 MW. Namun setelah seluruh potline beroperasi dan kapasitas smelter meningkat, kebutuhan total daya Inalum akan mendekati 1 GW atau sekitar 915 MW. Artinya, tambahan 406 MW menjadi kebutuhan mutlak yang tak dapat dipenuhi hanya dari dua PLTA eksisting.
Baca Juga: PLN Teken MoU dengan Perusahaan Brasil untuk Pengembangan PLTA di Indonesia
Melati menuturkan, pembangunan pembangkit baru tidak dapat dimasukkan sebagai belanja modal perusahaan. Karena itu, opsi pembelian listrik akan ditempuh, baik melalui PLN maupun independent power producer (IPP) jika di kemudian hari PLN belum dapat memenuhi seluruh kebutuhan.
Efisiensi Energi dan Dampak Biaya Produksi
Untuk meredam tekanan biaya, Inalum tengah mengadopsi teknologi terbaru guna meningkatkan efisiensi energi.
“Untuk satu ton aluminium diperlukan sekitar 14.000 kWh. Dengan teknologi baru kami berharap bisa turun ke 13.500 kWh. Dari desain awal 14.400 kWh, dengan upgrading di Potline II kami berhasil menurunkan menjadi 14.100 kWh,” kata Melati.
Ia juga menyampaikan bahwa Inalum telah memperoleh sertifikasi carbon footprint sehingga memenuhi persyaratan green product, termasuk ketentuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) di Eropa.
Baca Juga: Dari 1929 hingga Kini, PLTA Tonsealama Jadi Saksi Sejarah Listrik Indonesia
Selama ini, Inalum menikmati biaya listrik sangat murah dari PLTA, yakni sekitar 1,2 sen per kWh. Sementara tarif dasar listrik PLN saat ini berada di Rp 996,74 per kWh.
“Kalau kita tambah dengan PLN itu bisa sampai 1,97 sen. Sekitar 5 persen kenaikan biaya produksi,” ujarnya.
Meski biaya berpotensi naik, Melati menegaskan margin usaha Inalum di Kuala Tanjung yang masih mencapai sekitar 24% dinilai cukup kuat untuk menyerap kenaikan biaya listrik tersebut.
Dengan kesiapan PLN memperkuat sistem kelistrikan Sumatera Utara dan komitmen Inalum meningkatkan efisiensi serta menjaga standar hijau, ekspansi menuju kapasitas 520 ribu ton aluminium per tahun di Kuala Tanjung kini bergantung pada eksekusi proyek pembangkit dan transmisi yang tepat waktu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement