Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
Tarif listrik pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) melonjak menjadi US$20 sen per kWh setelah pemerintah menghapus skema tipping fee yang selama ini menutup selisih biaya keekonomian PLTSa. Dengan regulasi baru ini, PT PLN (Persero) harus menyerap tarif penuh dalam Power Purchase Agreement (PPA) tanpa lagi berbagi beban dengan pemerintah daerah.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, menjelaskan selama ini perusahaan hanya membayar US$13 sen per kWh, sementara US$7 sen sisanya ditanggung APBD sebagai tipping fee.
“PPA dengan PT PLN yang tadinya US$13 sen per kWh, kemudian keekonomian dari PLTSa ini rata-rata sekitar US$20 sen per kWh, dulu ada selisih US$7 sen menggunakan tipping fee yang dianggarkan dari APBD,” kata Darmawan dalam RDP di Komisi VI DPR, Kamis (20/11/2025).
Baca Juga: Proyek PLTSa Jadi Sorotan, Dikhawatirkan Bebani Negara Rp300 Triliun
Namun skema tipping fee kerap menjadi ganjalan karena seluruhnya bergantung pada proses politik anggaran di daerah. Banyak proyek PLTSa tak bergerak karena pemda tidak mengalokasikan anggaran.
“Untuk itu memang proses politik anggaran dengan APBD ini menjadi sangat alot. Tetapi dalam Perpres ini, semuanya dimasukkan ke dalam Power Purchase Agreement dengan PT PLN,” ujarnya.
Perubahan itu difinalkan melalui Perpres 109/2025, yang memindahkan seluruh komponen biaya keekonomian PLTSa ke dalam PPA, sehingga PLN menjadi satu-satunya pihak yang menanggung tarif tinggi tersebut.
Darmawan mengakui konsekuensinya signifikan bagi struktur pembelian listrik PLN, tetapi ia menilai percepatan investasi menjadi faktor penentu. Dengan beban biaya dialihkan ke PPA, proses financial closing menjadi lebih sederhana dan cepat.
Baca Juga: Pekan Ini Danantara Siap Lelang 7 Proyek PLTSa, Target Groundbreking Awal 2026
“Begitu PPA dengan PT PLN, proses financial closing yang tadinya berbelit menjadi sangat cepat dan Insyaallah PLTSa ini akan bisa terbangun dengan cepat, yang tadinya kompleks, yang tadinya rumit, menjadi sangat sederhana,” jelasnya.
Lonjakan tarif ini menjadi cermin bagaimana kebijakan energi terbarukan berbasis sampah kini diarahkan untuk mempercepat implementasi PLTSa, meski menempatkan seluruh risiko keekonomian pada PLN sebagai off-taker utama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement