- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
Menyulam Hutan dari Lubang Tambang: Jejak Vale Menghidupkan Kembali Sorowako
Kredit Foto: PT Vale Indonesia
Pagi itu, Sorowako seperti baru bangun dari mimpi panjang. Kabut menggantung rendah, cahaya matahari masih enggan turun ke permukaan tanah, dan aroma basah yang segar naik dari rerumputan. Di kejauhan, Danau Matano memantulkan kilau perak yang nyaris tidak bergerak, tenang, dingin, dan jernih.
Sulit membayangkan bahwa keheningan ini berada di pusat salah satu tambang nikel tertua di Indonesia. Di balik permukaannya yang damai, Sorowako adalah jantung operasi PT Vale Indonesia Tbk (INCO), anggota Holding Industri Pertambangan MIND ID, tempat mesin, manusia, dan alam bersinggungan setiap hari.
Kami meninggalkan penginapan menuju bus listrik yang akan mengantar ke dua titik reklamasi, Solia Hill dan Himalaya Hill. Keduanya sering disebut sebagai bukti bahwa lahan bekas tambang tidak harus berakhir sebagai luka permanen.
Perjalanan hari itu bukan sekadar observasi. Ia adalah pencarian atas sebuah jawaban, bisakah tanah yang pernah dilukai benar-benar pulih?
Solia Hill: Di Mana Empat Dunia Hidup Berdampingan

Saat bus berhenti di Solia Viewpoint, kabut tersibak perlahan seperti tirai yang dibuka. Pemandangan yang muncul terasa seperti rangkaian fase kehidupan tambang dalam satu bingkai:
- Smelter berdiri tegas, menjadi pusat pengolahan.
- Tebing-tebing tambang tersusun rapi, mencerminkan interaksi manusia dan geologi.
- Hamparan reklamasi dengan gradasi hijau yang mewakili usia berbeda.
- Danau Matano di bawah sana, jernih, sunyi, namun selalu mengawasi.
Empat lanskap, satu cerita besar.
“Semua proses tambang ada di depan mata,” kata Enos, Senior Engineering Vale, dengan tatapan yang mengenali setiap lekuk tanah itu. Baginya, Danau Matano bukan dekorasi. Ia adalah guru, pengingat, sekaligus ujian terbesar.
“Sedikit salah kelola, air bisa rusak. Kami tidak mau Sorowako menjadi seperti tempat lain—lautnya kuning, sungainya keruh,” ucapnya. Suara itu terdengar bukan sebagai teknisi, tetapi sebagai penjaga rumah.
Solia Hill sendiri merupakan area tambang aktif 2017 hingga 2023 seluas 88 hektare. Dari luasan itu, 29 hektare telah direklamasi dengan keberhasilan 98 persen.

Himalaya Hill: Ketika Lahan Tambang Menjadi Hutan Kembali
Jika Solia adalah panorama besar, Himalaya Hill adalah jawabannya. Reklamasi di sini tidak hanya berhasil secara administratif, ia berhasil secara ekologis.
Himalaya Hill merupakan areal lahan bekas tambang dengan luas 31 hektare, ia direklamasi sejak 2006. Pemerintah sudah mengembalikan jaminan reklamasi, tanda bahwa lokasinya telah memenuhi seluruh indikator pemulihan.
Tanahnya masih lembap oleh sisa hujan saat kami menjejaknya. Daun-daun kayu putih menggantungkan embun, sementara deretan pohon berdiri rapat, seperti hutan yang telah tumbuh puluhan tahun.
“Himalaya ini sudah bisa hidup sendiri,” ujar Charles, Manajer Reklamasi Vale. Ia kemudian menggambarkan fase pemulihan.
“Tahun pertama… bertahan. Tahun ketiga… menguat. Tahun kelima… membentuk ekosistem. Tahun ke sepuluh… baru terasa seperti hutan," sambungnya.
Himalaya kini menjadi rumah bagi 74 spesies pohon lokal dan endemik—eboni, damar, uru, sengon, kayu putih, biti, dan banyak lainnya. Vale telah menanam sekitar 85.000 eboni—pohon lambat tumbuh yang memiliki nilai sejarah dan ekologis yang besar.
Dari kamera trap, terekam kehadiran rusa timur dan anoa. Tidak ada yang lebih meyakinkan daripada satwa liar yang kembali singgah.
Angka, Sains, dan Komitmen: Hutan Tidak Tumbuh dari Impian
Di balik hijau yang tampak alami, terdapat biaya besar, sains serius, dan kerja panjang. Biaya reklamasi Vale berada di antara Rp350 juta hingga Rp680 juta per hektare, tertinggi di industri nikel nasional.
Mereka menerapkan reklamasi progresif:
- top soil dipindahkan langsung ke lokasi reklamasi lain,
- cover crop digunakan bila penimbunan lebih dari tiga bulan,
- kompos dibuat oleh masyarakat lokal,
- 100% tenaga kerja reklamasi berasal dari Luwu Timur.
Hingga April 2025, Vale telah mereklamasi 3.819 hektare dari 5.969 hektare bukaan tambang, rasio 55–60% setiap tahun.
Satu hal yang menarik adalah penggunaan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI), sebuah indeks vegetasi. NDVI hutan reklamasi Vale berada pada 0,62–0,65, mendekati NDVI hutan asli Sorowako yang berada pada 0,6–0,7.
Bagi dunia kehutanan, ini bukan sekadar “hijau”. Ini berarti pemulihan vegetasi mencapai 90 persen dari kondisi alami.
Komitmen yang Dimulai Sebelum Alat Berat Menyentuh Tanah
Enos menjelaskan bahwa seluruh proses keberlanjutan dimulai jauh sebelum tanah digali.
“Kami mendata spesies lokal, mengambil benih, menyemai, memastikan sistem air terbangun, dan memastikan lokasi sensitif tidak tersentuh,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Vale Indonesia, Bernardus Irmanto, menegaskan bahwa komitmen perusahaan terhadap reklamasi merupakan bagian fundamental dari Good Mining Practices yang menjadi prinsip dasar setiap operasional Vale. Ia menekankan bahwa reklamasi bukan sekadar memenuhi kewajiban regulasi, melainkan tanggung jawab keberlanjutan yang harus dijalankan secara konsisten.

Vale memiliki konsesi lahan pertambangan seluas 118.017 hektar, yang tersebut di tiga wilayah operasi yaitu Sorowako, Pomalaa, dan Bahodopi.
Dari total konsesi tersebut, sekitar 56 ribu hektare dimanfaatkan sebagai area pertambangan aktif. Adapun 14.902 hektare atau sekitar 26 persen merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati penting (Key Biodiversity Area/KBA). Menurut Irmanto, keberadaan KBA menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan tambang.
"Jadi, sangat penting bagi kami memastikan perencanaan tambang tidak menabrak kawasan tersebut. Prinsip kami, jika bisa dihindari itu yang terbaik. Namun jika tidak memungkinkan, maka langkah-langkah mitigasi harus diterapkan untuk meminimalkan dampaknya,” tegasnya dalam Indonesia International Sustainability Forum, di Jakarta, Jumat (10/10/2025).
Tanggung Jawab Finansial dan Pemulihan di Luar Kewajiban
Sejak 2017, Jaminan Pasca-Tambang ditempatkan dalam Time Deposit sebesar US$ 73,37 juta, dan Jaminan Reklamasi dalam Bank Guarantee sebesar US$ 64,79 juta, keduanya hanya bisa dilepas setelah evaluasi pemerintah.
Yang lebih menarik, Vale melakukan reklamasi tiga kali lebih luas dari area yang dibuka, mencapai 17.686 hektare, dan telah merehabilitasi 33.306 hektare daerah aliran sungai dengan penanaman lebih dari 17 juta pohon.
Ini bukan sekadar memenuhi kewajiban. Ini konsistensi.
Ketika Praktik Baik Diakui Banyak Pihak
Berbagai pengakuan eksternal memperkuat cerita ini. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam salah satu diskusinya menyampaikan ungkapan yang cukup menegaskan kesan hasil kunjungannya ke Sorowako.
“Saya melihat begitu dalamnya investasi lingkungan yang dilakukan, meskipun produksi menurun. Komitmen itu tetap dijaga," katanya di MINDialogue 2025. Ucapan itu menggarisbawahi bahwa apa yang dilakukan Vale tidak mudah, apalagi untuk industri yang dikenal keras dan penuh tekanan produksi.

Co-Founder A+ CSR Indonesia, Jalal, memberi penilaian serupa. Ia menyatakan bahwa komitmen lingkungan Vale merupakan salah satu yang paling progresif di industri nikel. “Reklamasi dilakukan secara progresif. Bahkan reforestasi di luar konsesi mencapai 250 persen dari luas lahan yang dibuka,” ungkapnya pada Warta Ekonomi.
Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menyebut praktik tambang Vale bahkan bisa dijadikan tolak ukur untuk praktik pertambangan yang baik di tingkat nasional.
"Vale sudah paling bagus. Kita jadikan itu sebagai salah satu hal yang bisa kita jual. Mereka punya proper lingkungan. Kemudian mereka sangat baik di dalam aspek kelolaan sosial, dampak sosial. Mereka juga sangat baik di dalam tata pertambangan,” ujarnya kepada Warta Ekonomi di Minerba Convex 2025 di Jakarta.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement