Berada di Jalur Tepat, Kebijakan Industrialisasi Tarik Minat Investasi Global di Sektor Manufaktur
Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Kebijakan industrialisasi yang dijalankan Presiden Prabowo Subianto berada di jalur yang tepat dan menarik minta investasi global pada sektor manufaktur Indonesia.
Hal tersebut dibuktikan dengan pergeseran struktur Penanaman Modal Asing (PMA) yang kini semakin dominan masuk ke sektor sekunder, dan menjadi fondasi penting bagi penguatan struktur industri dan percepatan industrialisasi.
Baca Juga: Kekayaan dan Keunikan Gastronomi Indonesia Diakui Dunia
"Data terbaru menunjukkan bahwa arus investasi asing kini semakin kuat mengarah ke industri manufaktur seperti logam, kimia, mesin, dan elektronik," ucap Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Rabu (26/11).
Berdasarkan riset BRI Danareksa Sekuritas, peranan sektor industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia semakin menguat di tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Hal tersebut terlihat dari data komposisi PMA hingga kuartal III tahun 2025 yang didominasi oleh sektor industri manufaktur.
Riset BRI Danareksa Sekuritas mengungkapkan bahwa komposisi PMA ke sektor sekunder terus naik signifikan, dari 35,3% pada tahun 2018 menjadi 59,6% sepanjang Januari-September 2025.
Peningkatan ini sejalan dengan semakin matangnya ekosistem industrialisasi di Indonesia, yang membuktikan aktivitas nilai tambah tidak lagi bertumpu pada ekstraksi bahan mentah, melainkan pada pengolahan berbasis klaster industri di berbagai wilayah.
Menperin menilai, langkah strategis tersebut sebagai sinyal positif bagi perluasan dan pemerataan pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
“Kita melihat percepatan industrialisasi di wilayah Sulawesi, Maluku, Kalimantan, dan wilayah lainnya. Pemerintah berkomitmen untuk terus menjaga momentum baik ini agar pemerataan pembangunan semakin optimal,” tegasnya.
Menurut riset BRI Danareksa Sekuritas, setiap PMA senilai Rp1 triliun di luar Jawa menghasilkan tambahan Penanaman Modal Tetap Bruto (PMTB) sekitar Rp1,76 triliun.
“Ini multiplier effect yang sangat besar bagi ekonomi nasional terutama bagi wilayah luar pulau Jawa,” ujar Agus.
Sebagai pembanding, PMA senilai Rp1 triliun di Jawa hanya menghasilkan tambahan PMTB senilai Rp 140 miliar.
Laporan yang sama juga menyebutkan bahwa PMA di luar Jawa memberikan dampak pengganda yang lebih besar terhadap PMTB dibanding wilayah lainnya, karena kebutuhan modal yang lebih tinggi sekaligus percepatan pembangunan klaster industri baru di kawasan tersebut
Menperin menegaskan bahwa pemerintah akan terus membangkitkan kepercayaan diri dari para pelaku industri dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif.
“Kami memahami bahwa korporasi masih menunggu visibilitas permintaan yang lebih kuat. Itu sebabnya Kemenperin tengah menyiapkan berbagai insentif dan kemudahan industri agar ekspansi investasi bisa kembali meningkat dalam beberapa kuartal ke depan,” jelasnya.
Dengan semakin kuatnya arus PMA ke sektor industri pengolahan dan berkembangnya pusat-pusat industri di luar Jawa, Menperin menegaskan bahwa pemerintah akan meneruskan kebijakan yang mendukung iklim investasi yang sehat dan kompetitif.
“Kami berkomitmen memastikan bahwa Indonesia tetap menjadi tujuan utama investasi manufaktur di Asia. Transformasi industri, peningkatan kualitas tenaga kerja, dan pembangunan industri bernilai tambah tinggi akan terus menjadi prioritas pemerintah untuk memperkuat eksositem industri hulu-intermediate-hilir,” tambah Agus.
Sementara itu, Chief of Economist and Head of Fixed Income Research BRI Danareksa Sekuritas, Helmy Kristanto menyampaikan, dominasi sektor manufaktur ini membawa dampak positif bagi peningkatan dan pemerataan kesejahteraan. Sebab, PMA di sektor manufaktur menciptakan efek pengganda sangat kuat di luar Jawa.
“PMA yang didominasi sektor manufaktur sebagai penopang pertumbuhan investasi ini meningkatkan PMTB dan memperluas manfaat regional, dengan wilayah-wilayah di luar Jawa yang paling diuntungkan. Secara regional, PMA di luar Jawa menghasilkan PMTB yang jauh lebih besar, mencerminkan kebutuhan modal yang lebih dalam di wilayah tersebut dan menegaskan peran PMA dalam mendukung pertumbuhan yang lebih seimbang secara geografis," paparnya.
Lebih lanjut, Helmy menyebut beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan untuk memperkuat momentum investasi. Di antaranya yaitu siklus belanja modal, tingkat pemanfaatan kapasitas industri, dan pertumbuhan upah minimum.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement