Kredit Foto: Bumi Resources
PT Bumi Resources Tbk (BUMI) memproyeksikan kinerja operasional dan keuangan pada 2026 tidak jauh berbeda dari capaian tahun ini.
Direktur BUMI, Maringan M. Ido Hotna Hutabarat, menyampaikan bahwa penjualan batu bara pada 2026 diperkirakan tetap stabil. Kontribusi Kaltim Prima Coal (KPC) dan Arutmin Indonesia menjadi penopang utama, dengan total proyeksi volume penjualan perseroan berada pada kisaran 77–78 juta ton.
“Dari sisi penjualan kurang lebih akan sama, jadi total antara 77 juta sampai 78 juta ton di tahun 2026,” ujarnya, dalam paparan publik di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Baca Juga: Pasar Oversupply, BUMI Targetkan Produksi Batu Bara 78 Juta Ton di 2026
Ido menjelaskan bahwa pasar batu bara global belum menunjukkan pemulihan berarti. Pasokan berlebih sekitar 10 juta ton dari dua produsen besar dunia membatasi ruang kenaikan harga. “Harga di tahun ini dibanding tahun 2026 relatif tidak akan bergerak jauh. Revenue akan kurang lebih sama di tahun 2026–2025,” katanya. Ia menambahkan bahwa peluang perubahan hanya mungkin terjadi jika China kembali meningkatkan impor.
Pada sesi berikutnya, manajemen memaparkan arah transformasi korporasi untuk mengurangi ketergantungan pada tambang termal. Direktur BUMI, Christopher Fong, menegaskan bahwa ekspansi mineral menjadi poros strategi jangka panjang perusahaan. “Kami sedang menjalankan transformasi jauh dari tambang termal. Fokusnya adalah mineral-mineral dan proses pengelompokan. Kami akan mengumumkan akuisisi lanjut selama 6 hingga 12 bulan,” ujarnya.
BUMI menargetkan komposisi pendapatan seimbang antara mineral dan aset termal pada 2031. Christopher menilai masa konsolidasi menjadi faktor penting pencapaiannya. “Dalam 5 hingga 6 tahun atau pada tahun 2031, kami seharusnya mencapai 50–50 terhadap mineral-mineral tanpa termal dan aset termal,” jelasnya.
Direktur Rio Supin menambahkan bahwa fokus transformasi terletak pada mineral non-emas, terutama tembaga dan bauksit. Ia menyebut akuisisi tambang Wolfram di Queensland sebagai fondasi awal untuk memperkuat produksi copper concentrate.
“Untuk pengembangan bisnis BUMI ke depan. BUMI akan masuk ke mineral tembaga,” ujarnya. Rio juga mengonfirmasi proses akuisisi PT Laman Mining sebagai pintu masuk bisnis alumina. BUMI menargetkan kepemilikan hingga 65% pada proyek JML di Queensland dan 45% pada Laman Mining.
Baca Juga: Jual Lagi Saham BUMI, UBS Group Raup Cuan Rp176,2 Miliar
Dari sisi aksi korporasi, Direktur RA Sri Dharmayanti menegaskan bahwa perseroan tidak berencana melakukan rights issue pada 2026. “Pada saat ini tidak ada rencana untuk melakukan aksi korporasi berupa rights issue untuk tahun 2026,” ujarnya. Ia memastikan setiap rencana material akan disampaikan sesuai ketentuan regulator.
Manajemen menilai bahwa keberhasilan diversifikasi mineral dapat menjadi katalis minat investor. “Eksekusi diversifikasi bisnis non-batubara akan menjadi sinyal kuat bagi pasar,” kata Maringan. Namun, ia menekankan bahwa sensitivitas pasar terhadap faktor eksternal seperti harga komoditas dan kebijakan energi tetap perlu diantisipasi.
BUMI mencatat tekanan harga batu bara yang masih berlanjut. Harga acuan Newcastle per Oktober 2025 berada di US$103,95, sedangkan HBA awal November 2025 tercatat US$103,75. Permintaan global sepanjang 2025–2026 diperkirakan stagnan akibat penurunan konsumsi di China dan India yang diimbangi kenaikan dari negara lain.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement