Kredit Foto: Dok. KKP
Dalam mengakselerasi program swasembada protein nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan budi daya ikan nila salin melalui Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin (BINS) Karawang.
BINS Karawang sendiri dirancang sebagai model percontohan budi daya nila salin modern yang memadukan efisiensi, inovasi, dan teknologi mutakhir.
Baca Juga: Industri Tableware dan Glassware Miliki Potensi Pasar Terus Berkembang
Langkah strategis ini mendapat dukungan dari Komisi IV DPR RI yang melakukan kunjungan kerja untuk meninjau langsung kawasan BINS Karawang.
“Di tengah krisis pangan global dan meningkatnya kebutuhan protein, Indonesia membutuhkan lompatan. Kebijakan ekonomi biru KKP menjadi tonggak lahirnya modeling pengembangan budi daya ikan nila salin,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Tb Haeru Rahayu, dikutip dari siaran pers KKP, Jumat (12/12).
Kawasan BINS Karawang tengah dilakukan pengembangan. Sebanyak 84 hektare telah beroperasi, sementara 230 hektare lainnya tahap pembangunan. Secara keseluruhan, kawasan ini akan menjadi modeling budi daya lebih dari 300 hektare yang dapat menjadi contoh penerapan tata kelola tambak ikan yang modern, efisien, dan ramah lingkungan.
Tebe menambahkan, banyak lahan bekas tambak udang di pesisir Pantura Jawa yang kini tidak produktif. BINS diharapkan dapat menjawab tantangan tersebut dengan menghadirkan komoditas yang lebih adaptif.
“Kita mengganti komoditas dengan yang lebih tahan, yaitu ikan nila salin. Ikan ini toleran terhadap salinitas, mudah dibudidayakan, produktivitasnya tinggi, dan peluang ekspornya besar,” ujar Tebe.
BINS Karawang juga diproyeksikan menjadi salah satu pemasok protein mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kandungan protein yang tinggi, lengkap dengan asam amino esensial serta omega-3 dan omega-6, menjadikan nila salin sebagai sumber protein sehat dan terjangkau bagi masyarakat.
Seluruh rantai produksi di BINS Karawang dirancang end-to-end, dari sistem intake air laut dan air tawar, tandon, pengelolaan irigasi, hingga instalasi IPAL. Air yang telah digunakan kembali dilepas ke laut melalui vegetasi mangrove sebagai bentuk implementasi ekonomi biru.
“Konsep blue economy itu sederhana yaitu ekologi sebagai panglima, ekonomi mengikuti. Kualitas air yang kita tampung dan kita kembalikan harus setara,” tegas Tebe.
Pada tahap kedua pembangunan, teknologi seperti automatic feeder, intake air laut dan air tawar, hingga pembangunan instalasi listrik dan IPAL dilakukan secara paralel untuk mempercepat penyelesaian pembangunan BINS Karawang. “Saat ini hampir seribu tenaga kerja terlibat dalam pembangunan BINS Karawang,” kata Tebe.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement