Kredit Foto: Biro Pers Sekretariat Presiden
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai membuka peluang besar bagi pelaku usaha lokal untuk memasok kebutuhan bahan baku Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di berbagai daerah.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Peternakan, Cecep Muhammad Wahyudin, menyampaikan bahwa program tersebut menciptakan pasar yang pasti (captive market) bagi UMKM, petani, dan peternak seiring meningkatnya kebutuhan pasokan harian di tingkat desa.
Cecep menjelaskan bahwa distribusi SPPG yang tersebar hingga pedesaan telah menggerakkan ekonomi desa secara signifikan. “Dari sebaran SPPG di seluruh Indonesia yang hingga ke tingkat pedesaan, MBG itu menggerakkan ekonomi desa dengan luar biasa,” ujarnya.
Baca Juga: Harga Pangan Daerah Makin Stabil, Ekonom Sebut Program MBG Buktikan Dampak Ekonomi
Cecep menuturkan, satu SPPG yang melayani rata-rata 4.000 orang per hari dengan estimasi belanja Rp9.000 per porsi menghasilkan perputaran uang baku sekitar Rp36 juta per hari. Kondisi tersebut menciptakan kebutuhan pasokan dalam jumlah besar yang tidak dapat dipenuhi dari kota, sehingga pemasok lokal menjadi pihak utama yang diandalkan. “Ini captive market untuk masyarakat. Tentunya kita tidak bisa memenuhi semua ini dari kota. Tentu kita beli melalui pemasok di sekitar SPPG,” jelasnya.
Sektor pertanian menjadi salah satu yang paling merasakan dampak peningkatan permintaan, sementara untuk peternakan, kebutuhan utama berupa telur dan ayam mendorong peluang usaha baru bagi peternak rakyat. “Hari ini yang paling dibutuhkan adalah telur dan ayam, diharapkan peternak rakyat atau peternak mandiri kembali bangkit,” kata Cecep.
Kadin Indonesia bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan Koperasi Desa Merah Putih untuk memperkuat produksi ayam petelur dan pedaging. Cecep menilai peluang ini terbuka luas bukan hanya bagi koperasi, tetapi juga UMKM hingga generasi muda.
“Ini mungkin kesempatan yang bisa diambil tidak hanya oleh Kopdes Merah Putih tapi juga oleh UMKM, atau mungkin generasi muda yang tertarik di industri ini,” ujarnya.
Dampak sosial program MBG juga terlihat dari meningkatnya kesempatan kerja di sekitar SPPG. Relawan dapur direkrut dari warga setempat tanpa persyaratan pendidikan, sehingga membuka peluang bagi ibu rumah tangga dan pemuda desa. Salah satu contoh datang dari Tino Rirantino, Mitra SPPG di Desa Cibuntu, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya. Ia menyebut SPPG di wilayahnya menciptakan lapangan kerja baru dan memberdayakan warga setempat.
“Kita memang diwajibkan (Badan Gizi Nasional -red) merekrut relawan dari lingkungan setempat,” ujar Tino.
Baca Juga: MBG Disebut Kunci Dongkrak Kualitas SDM Sejak Dini
Mayoritas relawan dapur di SPPG Cibuntu merupakan anak muda yang sebelumnya bekerja sebagai buruh bangunan atau pekerja perkebunan. Dengan bergabung sebagai relawan dapur, mereka memperoleh pendapatan yang lebih stabil. Selain membuka lapangan kerja, SPPG Cibuntu juga menggandeng petani, pedagang pasar, dan karang taruna untuk memasok kebutuhan pangan.
“Sampai sekarang 85% pemenuhan kebutuhan pangan itu dari sekitar wilayah SPPG,” kata Tino.
Peningkatan permintaan bahkan mendorong petani mengubah pola tanam, termasuk mulai membudidayakan buah-buahan yang sebelumnya didatangkan dari luar Taraju. SPPG Cibuntu juga menjalankan program CSR berupa bantuan sarana sekolah bagi anak yatim dan yatim piatu di wilayahnya. Tino mengungkapkan bahwa keberadaan SPPG menjadikan desa lebih produktif dan memperkuat ekosistem ekonomi lokal. “SPPG ini jembatan yang sangat strategis sekali bagi mereka dan kita fasilitasi, dan alhamdulillah, sampai hari ini SPPG Cibuntu dapat memberikan kontribusi positif,” ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement