APPI Tegaskan Penarikan Kendaraan Tak Dilakukan Sembarangan, Begini Alur Penagihan Tunggakan Kredit
Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengungkapkan bahwa proses penagihan tunggakan kredit kendaraan oleh perusahaan pembiayaan dilakukan melalui tahapan berlapis sebelum berujung pada penyitaan atau penarikan unit.
Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno, menegaskan eksekusi tidak dilakukan secara tiba-tiba, melainkan mengikuti prosedur yang telah disepakati dalam perjanjian kredit.
Suwandi menjelaskan, langkah awal yang ditempuh perusahaan pembiayaan adalah mengirimkan peringatan kepada debitur saat terindikasi terjadi penunggakan. Peringatan tersebut disampaikan sesuai ketentuan yang tercantum dalam kontrak pembiayaan.
Baca Juga: APPI Ungkap 95% Kendaraan Kredit Sudah Berpindah Tangan
“Ya tidak mungkin dong sekonyong-konyong langsung datang. Pasti pada saat tidak bayar kan perjanjiannya ada. Dikasih peringatan, harus dilihat kepada perjanjiannya itu sendiri,” ujarnya.
Apabila surat peringatan tidak mendapat respons, perusahaan pembiayaan akan melanjutkan proses penagihan melalui kunjungan. Menurut Suwandi, kehadiran penagih di lapangan umumnya terjadi karena debitur tidak merespons komunikasi sebelumnya. “Kenapa sih kalau sampai orang harus didatengin sampai dieksekusi dan sebagainya? Pasti debiturnya tidak merespons,” katanya.
Ia menekankan, sekalipun masuk tahap penagihan lapangan, perusahaan pembiayaan tetap tidak serta-merta melakukan penarikan kendaraan. “Kita kalaupun mau melakukan eksekusi tidak sembarangan, artinya kan sudah melalui proses ditegur dulu, dikirim tidak dijawab, dikirimi kolektor tahu-tahu tidak ada di rumah,” ujar Suwandi.
Dalam praktiknya, proses eksekusi di lapangan tidak selalu berjalan mulus. Suwandi mengakui, cekcok kerap terjadi ketika penarikan dilakukan. Salah satu pemicunya adalah pengakuan debitur yang menyatakan telah membayar cicilan, namun dana tersebut tidak tercatat karena dibawa kabur oleh oknum kolektor. Untuk kasus seperti ini, ia menyarankan penyelesaian melalui jalur hukum agar duduk perkara menjadi jelas.
Baca Juga: Praktik Jual Beli Kendaraan STNK Only Bisa Picu Kredit Macet
Masalah lain yang sering muncul adalah debitur yang mengabaikan kewajiban karena kendaraan yang dikreditkan sudah tidak berada dalam penguasaannya. Kondisi ini terjadi ketika unit dipindahtangankan kepada pihak lain tanpa persetujuan perusahaan pembiayaan. “Tapi kalau debiturnya ada, unitnya sudah tidak sama dia dan bahkan sudah dibawa sama orang lain, sama pihak lain, ketiga, keempat, kelima, yang tidak berhak. Sementara si debiturnya sudah tidak mau peduli,” ujarnya.
Terkait insiden penarikan kendaraan yang berujung pada korban jiwa, Suwandi menyatakan belum dapat memberikan komentar lebih jauh. Ia menilai kasus tersebut harus ditelusuri secara menyeluruh dari awal hingga akhir. “Saya tidak bisa berkomentar panjang karena kita belum tahu ceritanya yang jelas dari hulu ke hilirnya,” ucapnya.
Meski demikian, ia menyampaikan duka cita atas peristiwa tersebut dan menyerahkan proses penanganannya kepada aparat penegak hukum. “Kita berduka kenapa bisa terjadi dua orang meninggal, menjadi pengeroyokan. Siapa pun yang melakukan pengeroyokan kan tentunya sedang diproses,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Azka Elfriza
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement