Kredit Foto: Istimewa
Saham PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) ambruk hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) pada perdagangan Senin (22/12/2025) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham SUPA amblas 14,63% atau 180 poin hingga bertengger Rp1.050 per saham.
Analis BRI Danareksa Sekuritas Abida Massi Armand menyatakan penurunan saham SUPA merupakan respons pasar atas reli harga yang nyaris 100% dari harga penawaran umum perdana (initial public offering/IPO). Kenaikan beruntun yang sebelumnya ditandai auto rejection atas (ARA) mendorong kejenuhan beli dan berbalik menjadi tekanan jual.
“Ini bukan karena fundamental memburuk, melainkan keputusan objektif investor untuk merealisasikan keuntungan. Lonjakan harga yang sangat cepat membuat banyak pelaku pasar memilih mengunci profit,” ujar Abida kepada Warta Ekonomi, Senin (22/12/2025).
Baca Juga: Euforia Mereda, Saham Superbank Sentuh ARB
Ia menjelaskan, pola ARA berhari-hari yang kemudian diikuti ARB lazim terjadi pada saham IPO bank digital dengan antusiasme tinggi. Dalam kasus SUPA, besarnya potensi keuntungan mendorong investor melakukan aksi jual serentak, terutama setelah harga sempat mencapai puncak di level Rp1.230 per saham.
Tekanan jual terlihat dari volume transaksi yang membengkak saat saham menyentuh ARB. Antrean jual tercatat menumpuk hingga sekitar 4 juta lot di level Rp1.050 per saham, mencerminkan dominasi profit taking jangka pendek setelah periode penguatan ekstrem.
Dari sisi valuasi, Abida menilai price to book value (PBV) IPO SUPA yang relatif rendah, sekitar 2,64 kali, semula menjadi daya tarik utama pasar. Namun, setelah reli berkepanjangan, valuasi saham tersebut berubah menjadi sangat premium.
“Ketika harga dianggap sudah cukup mahal oleh pasar, sentimen bergeser dari beli menjadi jual,” ujarnya.
Pandangan serupa disampaikan Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta. Ia menilai koreksi saham SUPA merupakan respons wajar setelah euforia IPO mereda, terutama karena valuasi yang telah melampaui rata-rata industri perbankan.
“Secara valuasi memang sangat premium, jadi wajar setelah reli tajam terjadi aksi profit taking. Ini murni soal demanddan supply,” kata Nafan.
Menurutnya, secara teknikal pergerakan SUPA belum dapat dievaluasi secara memadai mengingat masa perdagangan yang masih sangat singkat. Saat ini, keseimbangan pasar dinilai condong ke sisi supply, sehingga investor cenderung bersikap wait and see.
Baca Juga: Mengintip Kinerja Superbank Usai Listing di Bursa
Nafan juga menekankan kehati-hatian investor meski prospek kinerja ke depan dinilai positif, mengingat SUPA sebelumnya masih mencatatkan rugi bersih. “Selama supply lebih besar dari demand, tekanan harga masih mungkin terjadi,” ujarnya.
Secara perdagangan, saham SUPA turun 14,63% dan langsung menyentuh ARB di level Rp1.050 sejak pukul 09.01 WIB. Saham sempat menguat terbatas ke Rp1.100 sekitar pukul 09.15 WIB sebelum kembali terkoreksi dan menyentuh ARB pada pukul 10.00 WIB. Hingga penutupan sesi II, saham SUPA masih bertahan di level Rp1.050.
Tekanan harga tersebut terjadi kurang dari sepekan setelah SUPA resmi melantai di BEI pada Rabu (17/12/2025). Pada hari pertama perdagangan, saham SUPA justru melonjak 24,41% ke level Rp790 dan langsung menyentuh ARA pada awal sesi.
Dalam proses IPO, SUPA mencatatkan kelebihan permintaan hingga 318,69 kali dengan lebih dari satu juta pesanan masuk, menjadikannya salah satu saham perbankan dengan tingkat permintaan tertinggi sepanjang 2025.
Di luar volatilitas jangka pendek, kinerja keuangan perseroan menunjukkan pertumbuhan. Berdasarkan laporan bulanan unaudited, hingga November 2025 Superbank membukukan laba sebelum pajak sebesar Rp122,4 miliar. Pendapatan bunga bersih tercatat tumbuh 165% secara tahunan menjadi Rp1,4 triliun.
Penyaluran kredit meningkat 58% secara tahunan menjadi Rp9,3 triliun, sementara dana pihak ketiga (DPK) melonjak 149% menjadi Rp11 triliun. Sejalan dengan itu, total aset perseroan tumbuh 69% secara tahunan menjadi Rp18 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement