Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Cegah Impor LNG, Pemerintah Didorong Perketat Kewajiban DMO Gas

Cegah Impor LNG, Pemerintah Didorong Perketat Kewajiban DMO Gas Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia Gas Society (IGS) mendorong Pemerintah Indonesia untuk mengoptimalkan porsi kewajiban pasok domestik (Domestic Market Obligation/DMO) gas bumi. Langkah ini krusial guna mengantisipasi lonjakan permintaan energi nasional di tengah pergeseran pola konsumsi dan tantangan geografis distribusi dari wilayah Timur ke Barat Indonesia.

Ketua Umum IGS, Aris Mulya Azof, menjelaskan bahwa gas alam akan memegang peran vital dalam transisi energi global hingga melampaui tahun 2040, berbeda dengan minyak mentah yang diprediksi mulai menurun pada 2035. Di Indonesia, tantangan utama terletak pada ketidakseimbangan antara lokasi sumber pasokan (supply) dengan pusat permintaan (demand).

"Tantangannya adalah bagaimana supply dan demand. Kalau kita lihat saat ini, permintaan di Indonesia sangat tidak seimbang. Sebesar 80% kebutuhan berada di area Jawa dan Sumatra, sedangkan 60% suplai datang dari wilayah timur," ujar Aris dalam diskusi yang digelar INDEF di Jakarta, Selasa (23/12/2025).

Baca Juga: Pemerintah Jamin Stok LNG Aman hingga Juli 2026, Impor Nihil

Kondisi ini diperumit oleh penurunan produksi secara alami (natural decline) pada lapangan gas di Sumatra Selatan dan Jawa Barat. Sementara itu, proyek strategis nasional yang diharapkan menjadi tumpuan baru seperti Blok Andaman, Abadi Masela, dan Indonesia Deepwater Development (IDD), diprediksi baru bisa beroperasi komersial (on stream) pada rentang 2027 hingga 2030.

Keterlambatan penyelesaian proyek-proyek hulu tersebut berpotensi menyeret Indonesia menjadi importir LNG dalam jangka pendek. Aris mengungkapkan, kebutuhan sektor kelistrikan saja melonjak tajam. PT PLN (Persero) diproyeksikan membutuhkan 105 kargo LNG pada 2026, naik signifikan dari kebutuhan 2024 yang berkisar 70 kargo.

"Apabila proyek-proyek tersebut terlambat on stream, maka kebutuhan impor ini akan lebih nyata karena permintaan industri, kelistrikan, dan pupuk terus meningkat. Ini menjadi krusial, apakah pemerintah memberi lampu hijau untuk melakukan impor LNG sementara waktu," kata Aris.

Investasi Midstream

Selain aspek pasokan, IGS menyoroti urgensi percepatan infrastruktur regasifikasi dan pipa transmisi. Aris memaparkan, Indonesia memasuki era baru di mana penyaluran gas tidak lagi bisa hanya mengandalkan pipa konvensional, melainkan harus beralih ke rantai pasok LNG yang kompleks, melibatkan kilang pencairan, kapal tanker, hingga terminal regasifikasi.

Baca Juga: Menghadapi Lonjakan Demand, PGN Maksimalkan LNG dan Jaringan 35 Ribu Km

Oleh karena itu, IGS meminta pemerintah mengeluarkan regulasi yang lebih progresif untuk menarik minat investor di sektor midstream dan downstream. Kebijakan ke depan diharapkan tidak hanya fokus pada kenaikan porsi DMO, tetapi juga memastikan perawatan aset infrastruktur eksisting agar tetap efisien.

Aris menegaskan, kebijakan DMO harus dioptimalkan untuk kepentingan domestik tanpa mengabaikan daya tarik investasi. Arah kebijakan yang jelas menjadi kunci dalam mengelola cadangan gas nasional yang potensinya diperkirakan mencapai 200 triliun kaki kubik (TCF).

"Arah kebijakan saat ini adalah memfokuskan DMO sebesar-besarnya untuk Indonesia. Tentu tidak bisa 100% karena investor sebagai operator juga berkeinginan membawa sebagian produksi ke negara mereka. Saat ini kita ekspor 30%, tapi ke depan kebutuhannya akan lebih besar untuk domestik melalui optimalisasi DMO," tutup Aris.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: