WE Online, Yogyakarta - Para pengusaha mebel anggota Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih terkendala persyaratan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu untuk meningkatkan kapasitas ekspor.
"Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) masih menjadi kendala bagi kami untuk meningkatkan ekspor khususnya ke negara-negara Eropa," kata Wakil Ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Endro Wardoyo di Yogyakarta, Senin (11/4/2016).
Menurut dia, selain kondisi perekonomian global yang masih lesu, SVLK juga turut memiliki andil pengurangan pemasaran produk mebel ke pasar ekspor. Saat ini sebagain besar pemasaran produk pengusaha kerajinan atau pengusaha mebel lokal diarahkan ke pasar domestik dibanding ekspor dengan perbandingan 60:40.
Kendati pembiayaan sertifikasi serta biaya pendampingan SVLK telah mendapat bantuan dari pemerintah, menurut dia, kendala perizinan masih sering dihadapi para perajin.
Selain biaya pengurusan, menurut dia, untuk mengurus SVLK setidaknya pengusaha harus memiliki dokumen terkait dengan legalitas perusahaan serta legalitas kayu, seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), eksportir terdaftar produk industri kehutanan (ETPIK), nomor identitas kepabeanan (NIK), serta analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
"Meski pembiayaan sertifikasi serta biaya pendampingan SVLK telah mendapat bantuan dari pemerintah, kendala perizinan masih sering dihadapi para perajin," kata dia.
Menurut Endro hingga saat ini masih banyak anggota Asmindo DIY yang belum memiliki SVLK. Dari 300 orang anggota yang terdiri atas pengusaha mebel dan kerajinan, baru 120 orang yang telah memilikinya.
"Kami berharap tidak ada lagi persyaratan ekspor baru yang semakin memberatkan para pengusaha," kata dia.
Ia juga berharap optimalisasi promosi produk kerajinan di kancah internasional dapat dilakukan oleh pemerintah. Hal itu dibutuhkan oleh para eksportir kerajinan lokal untuk mendukung diversifikasi pasar selain Eropa dan Amerika Serikat (AS).
"Untuk sekarang buyer kami hampir 80 persen masih ke AS dan Eropa," kata dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Advertisement