Miris, 462 Juta Anak Sekolah Hidup Berdampingan Dengan Peperangan
WE Online, New York - Hampir seperempat anak usia sekolah di dunia, atau 462 juta, hidup di negara yang dipengaruhi oleh kondisi darurat kemanusiaan, demikian laporan baru dari Dana Anak PBB (UNICEF) dan mitranya pada Rabu (4/5/2016).
Laporan itu, yang berjudul "Education Cannot Wait Proposal", mendapati hampir satu dari enam --atau 75 juta-- anak dari usia pra-sekolah dasar sampai sekolah-menengah (tiga sampai 17 tahun) yang hidup di negara yang dilanda krisis dikategorikan sebagai sangat memerlukan dukungan pendidikan.
"Namun, rata-rata hanya dua persen seruan kemanusiaan global didedikasikan pada pendidikan," kata UNICEF di dalam satu siaran pers.
"Pendidikan mengubah hidup dalam kondisi darurat," kata Josephine Bourne, Kepala Pendidikan Global UNICEF, sebagaimana dilaporkan Xinhua di Jakarta, Kamis siang (5/5/2016). "Pergi ke sekolah membuat anak-anak tetap aman dari pelecehan seperti penyelundupan dan perekrutan oleh kelompok bersenjata dan adalah penanaman modal penting dalam masa depan anak-anak dan pada masa depan masyarakat mereka." "Sudah tiba waktunya pendidikan diprioritaskan oleh masyarakat internasional sebagai bagian penting dari reaksi kemanusiaan dasar, selain air, makanan dan tempat berteduh," kata Bourne.
UNICEF menyatakan lembaga PBB tersebut mengeluarkan statistik baru sebelum Pertemuan Puncak Kemanusiaan Dunia di Istanbul, Turki, pada 23-24 Mei. Di sana, dana baru --Education Cannto Wait-- akan diluncurkan untuk memberi akses ke pendidikan buat anak-anak yang memerlukan dalam kondisi darurat.
Dana itu bertujuan mengumpulkan hampir empat miliar dolar AS untuk menjangkau 13,6 juta anak yang memerlukan pendidikan dalam kondisi darurat dalam waktu lima tahun, sebelum menjangkau 75 juta anak sampai 2030, kata badan PBB tersebut.
Laporan baru itu, yang disusun oleh Overseas Development Institute, dikeluarkan saat Duta Besar Muhibah UNICEF Orlando Bloom mengunjungi Ukraina Timur untuk meningkatkan kesadaran mengenai krisis pendidikan global yang dihadapi anak-anak dalam kondisi darurat kemanusiaan.
Bloom mengunjungi ruang kelas yang dihantam bom cuma tiga kilometer dari garis depan konflik yang meletus lebih dari dua tahun lalu. Sebanyak 580.00 anak sangat memerlukan bantuan dan lebih dari 230.000 anak telah dipaksa meninggalkan rumah mereka.
Terlebih lagi, satu dari lima sekolah dan taman kanak-kanak di wilayah itu telah rusak atau hancur dan tak kurang dari 300.000 anak sangat memerlukan bantuan segera agar mereka bisa melanjutkan pendidikan mereka, kata UNICEF.
"Saya bertemu dengan anak-anak seperti Liana (11), yang bersembunyi di lantai dasar sekolah mereka selama hampir dua pekan, dalam kondisi membeku tanpa cahaya atau penghangat, sementara pemboman memporak-porandakan ruang kelas di atasnya," kata Bloom, yang mula-mula melakukan perjalanan untuk melihat kegiatan UNICEF pada 2007. "Sekarang setelah selamat, sebagian pengalaman paling mengerikan yang mungkin mereka rasakan, mereka semua ingin kembali ke keamanan dan rutinitas sekolah dan merencanakan masa depan mereka." (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait:
Advertisement