Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menyoroti Kinerja Auditor Intern di Korporasi

        Menyoroti Kinerja Auditor Intern di Korporasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada tulisan-tulisan saya sebelumnya menunjukkan betapa banyaknya kasus fraud di suatu korporasi ternama bermunculan. Wajar jika di masyarakat muncul pertanyaan atau cibiran kemanakah gerangan auditor intern? Apabila menyangkut fraud laporan keuangan maka cibiran dialamatkan juga kepada auditor independen (akuntan publik). Persepsi masyarakat tidak salah karena dalam setiap kejadian fraud dan korupsi pastilah menimbulkan kekesalan dan kekecewaan luar biasa dari korban atau masyarakat.

        Secara teori auditing, yang dirasakan dan sekaligus diharapkan oleh masyarakat yang berbeda dengan kenyataan disebut expectation gap. Gap ini adalah publik atau pengguna jasa dan informasi audit menganggap eksistensi auditor intern ataupun auditor independen dapat efektif mendeteksi dan mengungkap kekeliruan material dan fraud, termasuk ketidaktaatan pada ketentuan peraturan internal dan eksternal. Nyatanya, masih saja bermunculan fraud dan korupsi, kekeliruan material, pemborosan, proses berbelit-belit atau ketidakpatuhan.

        Apakah masih diperlukan auditor intern dan auditor independen? Untuk auditor independen, bisa jadi masih dibutuhkan karena pengguna laporan keuangan tentu saja tidak dapat meyakini apakah penyusun laporan keuangan telah jujur atau apa adanya menyajikan laporannya.

        Bagaimana dengan auditor intern? Faktanya di semua BUMN, industri dan emiten yang diatur dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan, lembaga, dan kementerian pemerintah pusat, pemerintah daerah kota dan kabupaten serta provinsi, auditor intern mendapat legitimasi eksistensi melalui peraturan-peraturan pemerintah. Artinya, bisa jadi kehadiran auditor intern bukan fungsi yang betul-betul dibutuhkan secara suka rela. Auditor intern ada karena peraturan. Dengan adanya banyak skandal maka ada yang bertanya buat apa auditor intern. Sayangnya bagi perusahaan tertentu, auditor intern tidak bisa dilikuidasi karena mandatory oleh peraturan.

        Saya sependapat dengan Richard Chambers, Presiden dan CEO The Insititute of Internal Auditors (IIA), bahwa organisasi tanpa audit intern justru dapat menjadi lebih buruk daripada organisasi yang memiliki audit intern. Ini berarti, keberadaan aktivitas audit intern adalah penting. Namun, terdapat dua faktor mendasar yang menyebabkan auditor intern menjadi efektif antara lain:

        Tata Kelola (Governance) yang Baik

        Eksistensi auditor intern mestinya muncul karena auditor intern sangat dibutuhkan oleh pengurus organisasi agar organisasi diyakini bukan hanya beroperasi secara patuh pada peraturan perundang-undangan, efektif dan efisien, namun dapat diyakini risiko yang signifikan yang telah ada (existing) atau yang akan muncul dapat terhindar dan dapat dikelola dengan baik. Artinya, kehadiran auditor intern ada karena faktor sukarela bukan karena mandatory oleh peraturan.

        Selanjutnya struktur organisasi dan garis komunikasi serta pertanggungjawaban untuk audit intern harus menjamin independensi. Hal ini dapat dicapai bilamana aktivitas audit intern memiliki komunikasi yang bebas dengan komite audit sebagai organ dewan komisaris atau dewan pengawas.

        Karena kedudukannya yang kunci maka personel komite audit harus diisi oleh para profesional yang independen dan memainkan perannya secara efektif, knowledgeable, dan bertanggung jawab antara lain berkomunikasi dengan audit intern, meminta manajemen untuk menindaklanjuti temuan audit intern dan menyediakan sumber daya audit, menelaah rencana kerja audit tahunan sebelum disetujui direktur utama, secara berkala menerima pokok-pokok laporan hasil audit, menyetujui pemberhentian dan pengangkatan kepala audit intern.

        Hasil pekerjaan audit intern menjadi bahan masukan perbaikan dan bukan diabaikan apalagi bila hasil audit diseleksi hanya yang menyenangkan manajemen.

        Manajemen harus serius membangun dan mengaplikasikan manajemen risiko dan pengendalian intern yang efektif, termasuk budaya kepatuhan, budaya antifraud, prosedur dan budaya etik, budaya atau sadar risiko, bukan hanya budaya bisnis.

        Aktivitas Audit Intern?Disediakan Sumber Daya yang Cukup

        Banyak sekali organisasi tidak sepenuhnya mencukupi sumber daya audit intern. Bukti dari ketidakcukupan sumber daya adalah ketidakcukupan jumlah personil audit intern beserta kompetensinya terhadap semua risiko yang signifikan dan kompleksitas proses bisnis; ketidakcukupan sumber daya juga akan terjadi bila aktivitas audit intern tidak disediakan anggaran baik untuk pelaksanaan assurance atas risiko tersebut, kebutuhan peralatan dan tekonologi, maupun pemeliharaan dan peningkatan kompetensi dan keterampilan auditor intern.

        Tidak adanya pola pengembangan karir dan kompetensi di aktivitas audit intern termasuk ketiadaan pengelolaan talent auditor.

        Dampak nyata dari ketidakcukupan sumber daya manusia untuk aktivitas audit intern dapat dilihat pada kualitas auditnya dan kualitas pengelolaan aktivitas audit intern. Aktivitas audit intern tidak mampu secara efektif mengamankan organisasi dari ketidaktaatan kepada peraturan perundang-undangan. Auditor intern berlindung dari pemahaman yang salah tentang tanggung jawab pemilik bisnis dan risiko sebagai penanggung jawab ketidakpatuhan. Padahal auditor intern nyatanya melakukan kegagalan audit (audit failure).

        Aktivitas audit intern tidak mampu memberikan keyakinan atas pencapaian tujuan organisasi secara menyeluruh. Aktivitas audit intern tidak mampu menjalankan fungsi audit intern modern yang antara lain mendorong pada jasa advisory dan pemberian insight. Aktivitas audit intern tidak mampu mengidentifikasi dan menilai risiko negatif (termasuk risiko fraud) maupun risiko positif karena tidak kompeten dalam melaksanakan auditnya.

        Aktivitas audit intern tidak mampu tidak mengetahui dan tidak memahami kompetensi dasar audit intern, tidak memiliki wawasan bisnis dan industri, tidak memadai dalam konsep dasar teknologi dan sistem informasi sehingga auditor tidak mampu melakukan audit secara tajam (auditnya dangkal), tidak mampu mengembangkan temuan termasuk substansi penyebab temuan, dan audit menjadi tidak akurat.

        Sebagai penutup, pada akhirnya seperti halnya dogma pengendalian intern, aktivitas audit intern tidak akan bersedia memberikan keyakinan yang absolut bahwa organisasi telah bebas dari kekeliruan yang material, fraud dan korupsi, pemborosan dan kegagalan pencapaian tujuan organisasi. Dalam merencanakan dan melaksakan audit terdapat banyak keterbatasan walaupun fungsi audit intern telah diberikan sumber daya yang cukup. Contoh: risiko-risiko terus bermunculan, dinamis, tidak mungkin semua risiko dilakukan assurance oleh auditor intern, penggunaan pertimbangan, pengalaman dan pengambilan keputusan oleh auditor dalam auditnya.

        Itulah yang disebut risiko audit sebagaimana yang telah saya bahas pada artikel sebelumnya. Namun, auditor intern tidak boleh mengalami audit failure (kegagalan audit) dan tidak etis selalu berlindung pada konsep three lines of defense yaitu menyatakan bahwa yang bertanggung jawab atas fraud dan korupsi, kekeliruan material, pemborosan adalah pimpinan unit kerja pemilik proses bisnis dan risiko. Sementara auditor internnya tidak mengembangkan kerangka kerja, metodologi dan tools untuk memperoleh peta assurance dan combined assurance yang efektif karena hal itu adalah kewajiban Kepala Audit Intern.

        Selain itu, Kepala Audit Intern harus memperhatikan risiko audit failure yang disebabkan aktivitas audit intern tidak disediakan sumber daya yang cukup yang berasal dari ketidaktepatan pengelolaan fungsi audit intern. Pada akhirnya fungsi kepemimpinan Kepala Audit Intern menjadi sangat menentukan.Untuk menghindari dari audit failure, menurut hemat saya, Kepala Audit Intern wajib memahami the International Professional Practice Framework (IPPF) yang diterbitkan oleh IIA dan mengikuti perkembangan thought dan leading practices di lingkungan audit intern.

        Khusus mengenai risiko fraud dan penanganan fraud, sebaiknya manajemen atau Kepala Audit Intern mengembangkan personil yang memiliki kompetensi dan pengalaman anti fraud dan hal ini bisa dipenuhi dengan memahami perkembangan fraud dan korupsi, standar dan pedoman, strategi atau pendekatan, ketentuan perundang-undangan serta teknik anti fraud dan korupsi.

        The Association of Certified Fraud Examiners Indonesia Chapter membantu anggotanya (khususnya) dan masyarakat yang ingin memerangi fraud dan korupsi melalui sertifikasi profesi, pendidikan dan pelatihan, publikasi ilmiah dan majalah, serta sosialisasi atau diskusi tanpa biaya kepada anggotanya. Saya berharap manajemen dan Kepala Audit Intern dapat mengaliansikan program pengendalian fraud dan korupsinya beserta personil yang terkait kepada The Association of Certified Fraud Examiners Indonesia Chapter karena nyata-nyata fraud dan korupsi telah memberikan kerugian yang signifikan.

        Penulis: Diaz Priantara, Board of IIA Indonesia & ACFE Indonesia Chapter; anggota IAI, IAPI, IKPI; Dosen Universitas Mercu Buana

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: