Deputi Komisioner Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Boedi Armanto mengatakan peran agen laku pandai dalam upaya inklusi keuangan layaknya pegawai bank sehingga mereka juga dituntut memenuhi sejumlah persyaratan.
"Terkait persyaratan menjadi agen ini, OJK pada prinsipnya tidak membuat secara pasti tapi hanya memberikan arahan saja, perbankan terkait yang menentukan sendiri. Tapi pada dasarnya, untuk menjadi agen setidaknya memiliki syarat seperti pegawai bank," kata Boedi di Palembang, Selasa (1/11/2016).
Ia mengatakan, untuk menjadi agen, seseorang harus memiliki integritas sehingga dapat diberikan kepercayaan untuk menerima dana dari masyarakat untuk kemudian disetor ke bank, begitu pula dengan sebaliknya yakni memberikan uang yang akan ditarik oleh pemilik rekening.
Jika memungkinkan, agen juga dapat dipercaya untuk membuka rekening dan mencari nasabah.
"Semua tugas dari pegawai bank, bisa saja diserahkan ke agen laku pandai tapi dengan catatan tetap ada pengawasan, ini untuk mitigasi resiko," kata dia.
Ia mengatakan, saat ini OJK mendorong semua perbankan di Tanah Air untuk mencetak agen laku pandai dalam upaya inklusi keuangan sehingga semua masyarakat dapat mengakses semua produk jasa keuangan.
Berdasarkan data OJK diketahui hanya 20 persen penduduk Indonesia yang melek produk jasa keuangan, yakni bank, asuransi, dana pensiun, lisin, pegadaian, dan pasar modal. Sedangkan dari 20 persen itu, diketahui yang memiliki penetrasi tertinggi yakni perbankan.
Menurutnya, sejauh ini BRI yang terbilang gencar menelurkan agen laku padai yang saat ini sudah berjumlah total sekitar 70 ribu orang.
Terkait bank lain, OJK tidak memberikan target karena memahami bahwa setiap perusahaan memiliki kemampuan sarana dan prasarana yang berbeda-beda.
"Jika mampu ya silakan, jika belum ya tidak apa-apa. OJK juga memahami bahwa perbankan juga masing dalam tahap 'learning by doing'," kata dia.
OJK pada Maret 2015 meresmikan program laku pandai dengan melibatkan 13 bank untuk keuangan inklusif di masyarakat karena kedalaman askes terhadap perbankan ini diyakini mampu mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bank tanpa kantor yang memanfaatkan jasa agen ini diharapkan membuka akses ke bank bagi kalangan masyarakat miskin.
Sementara, berdasarkan hasil data Bank Dunia tahun 2011, akses penduduk Indonesia terhadap bank masih tergolong rendah jika dibandingkan negara-negara tetangga yakni hanya 19,6 persen.
Sebagai pembanding, Malaysia 66,7 persen, Fhilipina 26,5 pesen, Thailand 77,7 persen, Vietnam 21,4 persen, India 35,2 persen, China 63,8 persen, Rusia 48,2 persen, Brazil 55,9 persen. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil