Tiga mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (UB) Malang, Jawa Timur, memproduksi energi listrik dengan memanfaatkan bakteri anaerob dari pembusukan limbah kulit pisang yang diberi nama "Mikrobial Fuellcell".
Ide tersebut berawal dari kian berkurangnya sumber daya alam minyak bumi sebagai sumber energi utama, sehingga perlu ada pengganti energi yang bisa diperbarui dan berkelanjutan. "Kami memilih kulit pisang, karena potensinya sangat besar dan bisa didapatkan kapan saja dan di mana saja," kata salah seorang mahasiswa pencipta Mikrobial Fuellcell, Chrisma Virginia di Malang, Minggu (6/11/2016).
Dua mahasiswa lain yang tergabung dalam penciptaan Generator Listrik dari Limbah Kulit Buah Pisang (Mikrobial Fuellcell) itu adalah Muhammad Errel Prasetyo dan Sang Aji Arif Setyawan.
"Konsep ini masih jarang. Biasanya yang diolah kan limbah cair, tapi kami olah limbah padat. Kulit pisang mudah didapat, mulai dari penjual pisang goreng hingga di saerah industri keripik pisang," kata Chrisma.
Ia menjelaskan cara kerja alat tersebut, pertama adalah menghancurkan kulit pisang dengan cara ditumbuk, namun tidak boleh ditambah air karena nanti berkurang substratnya. Selanjutnya, kulit yang sudah halus seperti bubur dimasukkan dalam kotak reaktor atau bio chamber.
Kotak reaktor itu, katanya, dibagi dua, yakni kotak anoda dan katoda. Pada setiap kompartemen terdapat elektroda. Pada anoda, diisi kulit pisang yang halus, sedangkan kotak katoda diisi aquades. Prinsip kerjanya cukup mudah, yakni kulit pisang akan difermentasi mikroba dan menghasilkan elektron yang dialirkan dari anoda ke katoda.
Dari kedua kotak tersebut, lanjutnya, akan menghasilkan listrik sebesar 1,5 Volt dan mampu menghidupkan lampu LED merah. Saat ini, tim tersebut masih mencari cara agar alatnya bisa menghasilkan 5 Volt listrik , sehingga bisa menyalakan lampu dan mengisi powerbank.
"Kami akan mengembangkan jenis elektrodanya. Rencananya akan kami ganti grafit, tetapi dari isi pensil karena alat ini ssifatnya recycle. Hanya saja, masih ada kendalanya, kami harus memastikan kemurnian grafit yang dipakai, kalau beli yang murni sangat mahal. Kan grafit ini termasuk bahan tambang," pungkasnya. Ant.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Leli Nurhidayah
Tag Terkait: