Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan bahwa regulasi perlindungan konsumen yang sedang disusun tidak akan menghambat inovasi dalam industri layanan keuangan berbasis teknologi (financial technology/fintech).
"Kami tidak ingin membuat regulasi yang rumit dan malah menghambat inovasi serta kemudahan yang dapat diperoleh konsumen," kata Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Kusumaningtuti S Soetiono di sela seminar internasional tentang "fintech di" Jakarta, Kamis (17/11/2016).
Regulasi yang akan dituangkan dalam bentuk Peraturan OJK itu akan mengatur kegiatan transaksi penghimpunan atau penyaluran dana di perbankan, kegiatan investasi di pasar modal, serta fasilitas pembiayaan di lembaga keuangan nonbank.
"Yang ditunggu-tunggu adalah kemudahan memperoleh fasilitas pembiayaan dari industri jasa keuangan. Jadi kira-kira substansi layanan itu sendiri yang akan diatur," ujar Kusumaningtuti.
Peran regulator jasa keuangan sangat penting untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan industri fintech dalam rangka mendukung keuangan inklusif dan perlindungan konsumen.
Karena itu, regulasi perlindungan konsumen dalam penggunaan fintech harus dibuat sangat hati-hati dan mudah dipahami, mengingat tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang beragam dan tingkat literasi keuangan yang masih rendah.
"Berbeda dengan Kanada atau Irlandia, tingkat literasi produk dan jasa keuangan di Indonesia masih sangat rendah, maka kami harus berhati-hati dalam penyusunan regulasi," tutur Kusumaningtuti.
Sementara itu, Wakil Ketua Organisasi Perlindungan Konsumen Keuangan Internasional (FinCoNet) Lucie Tedesco menyarankan agar regulasi tidak terlalu banyak dan rumit karena berpotensi menimbulkan konsekuensi yang tidak diinginkan yakni lemahnya inovasi dalam industri fintech.
Salah satu pendekatan yang dapat dipraktikkan dalam penyusunan regulasi terkait fintech yakni "regulatory sandbox".
Program menarik yang telah diterapkan di Inggris ini memberi keleluasaan bagi penyedia layanan keuangan untuk mengembangkan produk dan layanan dalam proyek percontohan, untuk kemudian dipelajari dan dimonitor oleh regulator jasa keuangan.
Pada akhir program, regulator akan memutuskan apakah inovasi tersebut bisa dijalankan atau tidak.
"Semakin banyak inovasi fintech akan mendorong berbagai keuntungan bagi konsumen," ucap Lucie.
Antusiasme masyarakat Indonesia dalam penggunaan fintech meningkat secara konsisten dalam beberapa tahun. Pada 2015, nilai transaksi melalui fintech mencapai 590 miliar dolar AS atau meningkat 10 persen dibandingkan pada 2014.
Berdasarkan data OJK, saat ini terdapat 120 perusahaan fintech dengan total aset Rp100 miliar. Jumlah aset fintech itu meningkat 50 persen dibandingkan dengan total aset pada awal 2015. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto