Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Masalahnya, "kepalsuan" itu tidak banyak diketahui oleh ribuan pengikut padepokan itu, kecuali segelintir orang yang memang dekat, namun mereka-mereka yang "tahu" itu dilarang komentar. Nah, mereka yang ketahuan berkomentar yang mengesankan "bongkar rahasia" akan langsung dibunuh, namun berkat dua kasus pembunuhan itulah yang membuat polisi mempunyai alasan untuk menguak kasus Dimas Kanjeng itu.
Kedua korban pembunuhan adalah Abdul Gani dan Ismail Hidayat. Polda Jatim menangani kasus pembunuhan dengan korban Abdul Gani, sedangkan kasus pembunuhan dengan korban Ismail Hidayat ditangani Polres Probolinggo. Ismail Hidayat dibunuh setahun sebelumnya, yakni 2 Februari 2015, sedangkan Abdul Gani dibunuh di Probolinggo pada 13 April 2016. Mayat Abdul Gani ditemukan pada 14 April 2016 di Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri, Jawa Tengah.
Terbunuhnya dua "orang kepercayaan" Dimas Kanjeng itulah yang membuat trauma sejumlah pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi, sehingga kasus itu pun "terkubur" belasan tahun. Selain Ismail Hidayah dan Abdul Gani, sesungguhnya ada banyak orang yang tahu "kepalsuan" padepokan itu, namun mereka umumnya diam, karena tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan Ismail Hidayat dan Abdul Gani.
"Saya sudah sepuluh tahun masuk padepokan itu dan posisi saya sudah dipercaya di kediaman Dimas Kanjeng Taat Pribadi, tapi karena di kediaman itulah saya menjadi tahu rekayasanya," ujar Su asal Ponorogo.
Bahkan, dirinya tidak berani ke luar hingga sepuluh tahun, karena ke luar dari padepokan itu bukan hal mudah, sebab banyak yang mematai-matai dan risikonya adalah nyawa.
"Kalau Bu Marwah Daud Ibrahim (cendekian ICMI Prof Marwah Daud) mau terlibat dan membantu, karena dia memang tidak tahu sendiri tentang rekayasa Dimas Kanjeng, sedang saya justru tahu di depan mata setiap hari. Bisa jadi, dia juga kena sihir," katanya.
Akhirnya, Su bisa ke luar dari padepokan itu pada tahun 2015, namun ia tidak berani pulang ke rumahnya, karena takut dicari "pengawal" Dimas Kanjeng, terutama "pengawal" yang disebut Sultan itu.
"Saya baru menampakkan diri setelah Dimas Kanjeng ditahan polisi, karena saya merasa aman dan mau diminta kesaksian oleh aparat kepolisian, karena dilindungi," ujar Su (17/10).
Apalagi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) juga turun ke Mapolda Jawa Timur untuk melindungi 14 saksi dalam kasus pembunuhan dan penipuan di Padepokan Dimas Kanjeng itu, meliputi tangan kanan (orang kepercayaan) Taat Pribadi dan keluarganya, baik dari Jatim maupun Makassar. (Bersambung...
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: