Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito meminta agar pemerintah melindungi serapan peternak susu sapi perah lokal dari gencarnya impor susu murah.
"Dibutuhkan adanya suatu kewajiban serap dari pemerintah yang mengharuskan industri pengolahan susu untuk menyerap susu segar dalam negeri. Hal ini Regulasi bisa menjadi solusi yang dapat menaikkan posisi tawar para peternak sapi perah sehingga usaha peternakan terlindungi dan dapat berkembang," kata Agus di Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Target swasembada susu 40 persen yang dicanangkan pemerintah untuk tahun 2020 perlu mendapatkan perhatian khusus. Target ini terancam tidak tercapai apabila sampai saat ini sebanyak 82 persen kebutuhan susu nasional masih didapatkan dari hasil impor.
Ia mengatakan kondisi ini dipercaya merupakan hasil yang diperoleh akibat semakin berkurangnya jumlah peternakan sapi perah rakyat yang dapat bertahan dengan harga jual susu yang sangat rendah.
Susu lokal saat ini dihargai sekitar Rp4.000 - Rp4.500 per liter, jumlah yang bahkan tidak berimbang dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan dalam mengelola sapi perah tersebut. Oleh karena itu, banyak daerah sentra sapi perah, para peternaknya justru lebih tertarik untuk memotong sapinya dan dijual sebagai daging.
"Jika muncul regulasi wajib serap, maka nantinya para peternak lokal ini akan dicari oleh pabrik-pabrik pengolah susu dan harga jual susu juga akan menjadi semakin baik untuk usaha peternakan rakyat," kata Agus.
Kemudian dalam kesempatan yang sama, Direktur Program Pasca Sarjana Managemen dan Bisnis IPB, Arif Daryanto berpendapat bahwa kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan di industri susu ini ada dua, yaitu pertama mengubah pandangan masyarakat mengenai konsumsi susu melalui promosi konsumsi susu cair yang mayoritasnya merupakan susu segar, bukan lagi konsumsi susu bubuk atau susu kental manis.
Selanjutnya yang kedua adalah menciptakan non-tax barrier sehingga tidak akan terjadi trade liberation seperti yang terjadi di Filipina. Saat ini dengan trade liberalization, produksi domestik di Filipina tinggal 1 persen. Di Indonesia, produksi domestik ada di kisaran 20 persen, diharapakan jangan sampai menurun.
"Industri susu Indonesia perlu tumbuh secara inklusif dimana semua pihak harus terlibat dan berpartispasi, untuk memenuhi 4 hal: kecukupan, keterjangkauan, kemanan dan kualitas susu. Tentunya Pemerintah diharapkan bisa menjembatani agar ada kemitraan yang bisa menyasar 4 syarat ini tercapai," tambah Arif.
Menanggapi ide kewajiban serap dan kemitraan tersebut, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Pengolahan Susu (AIPS), Yelita Basri, mengungkapkan bahwa industri pengolahan susu (IPS) di seluruh Indonesia ini selama 30 tahun telah bermitra dengan para peternak rakyat, dan bahkan saat ini lebih dari 80 persen peternak sapi perah lokal ini sudah menjadi mitra IPS.
Untuk itu, di dalam regulasi pemerintah yang pro-peternak, baik itu berupa kemitraan ataupun kewajiban serap, dibutuhkan adanya suatu kajian terlebih dahulu. Pemetaan berapa kemitraan yang sudah ada serta kebutuhan dan produksi susu adalah beberapa hal yang perlu dikaji, sehingga nantinya akan ada tindakan yang riil. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: