Pemerintah diawal tahun ini baru saja menaikkan biaya pengurusan surat kendaraan seperti STNK dan BPKB hingga tiga kali lipat. Ketika diklarifikasi, antara Presiden Joko Widodo, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan tidak bertanggungjawab atas kebijakan tersebut. Menanggapi hal itu, anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam meminta agar pemerintah tidak saling lempar tanggungjawab.
"Kenaikan biaya pengurusan STNK sebesar 2 hingga hampir 3 kali lipat itu tidak masuk akal dan membebani rakyat. Sebab kepemilikan kendaraan bermotor khususnya roda dua didominasi oleh kelas menengah ke bawah. Terlebih pemerintah terkesan saling lempar tanggung jawab atas kebijakan ini" kata Ecky di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (6/1/2017).
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan ini Ecky menilai pemerintah tidak punya alasan kuat untuk menaikkan tarif yang fantastis itu. Kata Ecky, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ini pada dasarnya untuk menutup biaya barang atau jasa yang digunakan dalam pelayanan. Pemerintah mengatakan dalam enam tahun belum melakukan penyesuaian tarif sehingga perlu disesuaikan terhadap inflasi. "Jika ini alasannya, bisa kita hitung dan semestinya hanya 25-30 persen. Kenaikan hingga 2-3 kali lipat tidak bisa dijustifikasi," imbuhnya.
Menurutnya, jika tujuan pemerintah adalah menggenjot penerimaan negara, mestinya pemerintah mengambil langkah-langkah yang lebih kreatif dan mencerminkan rasa keadilan. "Sementara masyarakat menengah ke atas diberikan fasilitas pengampunan pajak, masyarakat menengah ke bawah malah dibebani tambahan pungutan seperti ini. Kesannya dengan kenaikan ini pemerintah sudah kehabisan akal untuk menaikkan penerimaan negara yang dua tahun ke belakang selalu defisit," terangnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah lewat PP 60/ 2016 menaikan biaya pelayanan STNK maupun BPKB baru dan perpanjangan bervariasi dari 2 kali hingga hampir 3 kali lipat. Kebijakan ini berlaku efektif per 6 Januari 2016. Sementara data dari GAIKINDO kepemilikan motor di Indonesia mencapai 260 buah per 1000 penduduk. Banyak di antaranya dimiliki oleh penduduk kelas menengah ke bawah.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Sucipto
Tag Terkait: