Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan, persoalan tata ruang yang berkepanjangan dapat menghambat pembangunan infrastruktur dan proyek strategis nasional (PSN).
Dalam rapat pembahasan tata ruang nasional di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/1/2017), Darmin menjelaskan sejumlah peraturan juga akan mengalami kendala akibat aspek persoalan tata ruang.
Peraturan tersebut antara lain Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 dan Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN.
Darmin mengatakan aturan mengenai tata ruang nasional menjadi penting karena menjadi dasar pijakan bagi kebijakan di sektor-sektor lain. "Kebijakan sektor pertanian, terutama pangan, basisnya adalah reformasi agraria," kata Darmin.
Tata ruang nasional juga penting untuk pemenuhan kebutuhan lahan berbagai proyek strategis nasional sehingga penerbitan rekomendasi kesesuaian tata ruang sangat diperlukan. Langkah yang diambil pemerintah dalam menyelesaikan persoalan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW) adalah melalui percepatan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional.
Pemerintah juga berupaya mempercepat pembangunan infrastruktur di Indonesia dengan cara mendorong daerah-daerah untuk segera menyelesaikan persoalan RTRW.
Darmin mengatakan saat ini pihaknya memang tengah mengamandemen peraturan pemerintah mengenai proyek-proyek infrastruktur, termasuk yang berkaitan dengan PSN, karena belum banyak memuat ketentuan mengenai tata ruang.
"PSN harus ada AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan) dulu baru 'engineering design' dibuat. Untuk bisa dibuat AMDAL, tata ruang harus oke," ucap Darmin. Dia mengatakan penyempurnaan PP 26/2008 akan selesai pada akhir Januari atau awal Februari 2017.
Sementara itu, terkait persentase fungsi lindung PP 26/2008 tentang RTRWN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan bahwa persentase luasan hutan tiap wilayah berbeda-beda tergantung dari perpres yang ada. "Saya rasa persentase di tiap wilayah masih layak besarannya. Sebagai contoh, Papua hutannya 98 persen, jadi kalau luasan minimalnya 70 persen masih layak," kata Siti.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: