Bank Indonesia (BI) mengakui akan terus mewaspadai statement bank sentral AS/The Federal Reserve (The Fed) guna menjaga pergerakan atau volatilitas rupiah terhadap mata uang asing, khususnya dolar AS. Hingga saat ini, tingkat volatilitas rupiah di bawah tiga persen, atau mengecil drastis dari 12 persen saat "taper tanrum" 2013 atau periode di mana bayang-bayang kebijakan kenaikan suku bunga Federal Reserve AS memukul nilai tukar berbagai mata uang di dunia.
Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan untuk menjaga volatilitas rupiah ada dua faktor yang mempengaruhi, yakni faktor eksternal dan domestik. "Dari eksternal memang kita perlu perhatikan statement dari The Fed, yang kita perhatikan bagaimana The Fed melakukan normalisasi dari balance sheet-nya. Karena The Fed pada waktu dulu sebelum krisis global itu kan asetnya hanya sekitar USD800 miliar, sekarang itu asetnya sudah USD4,5 triliun," ujar Mirza di Jakarta, Jumat (7/4/2017).
Menurut Mirza, normalisasi balance sheet yang dilakukan The Fed ialah dengan menghentikan kebijakan pelonggaran kuantitatif (quantitative easing) dengan cara mengurangi secara perlahan surat berharga yang telah jatuh tempo dan tidak memperpanjangnya lagi.
"Apa dampaknya? Dampaknya kepada suplai likuiditas dolar akan berkurang. Tapi sesuai dari statement The Fed, mereka akan melakukannya dengan berhati-hati dan tentu jangan sampai menimbulkan gejolak," papar Mirza.
Sementara dari sisi domestik, faktor yang harus diperhatikan ialah menjaga momentum pertumbuhan dan deregulasi. "Presiden sudah sampaikan jangan ada lagi peraturan baru yang mnghambat investasi dan jangan lupa kita ingin supaya indeks dari easy of doing business itu harus terus membaik," tukasnya.
Dirinya menambahkan, target presiden untuk kemudahan investasi di posisi 40 adalah hal yang perlu diwujudkan. Saat ini Indonesia masih menempati urutan 91 dari sebelumnya berada di posisi 109 untuk tingkat kemudahan berinvestasi di antara negara lain.
"Asalkan kita terus deregulasi dan jaga inflasi dengan baik, anggaran bisa tetap sehat, defisit tetap terkendali katakanlah di sekitar 2,5 persen dari PDB, maka tekanan domestik akan membaik," jelas dia.
Dengan menjaga kedua faktor tersebut, BI berharap volatilitas rupiah dapat dijaga di bawah level 10 persen. "Ya mudah-mudahan, sekarang volatility rupiah di bawah 3%, jika dibandingkan pada waktu taper tanrum zaman 2013 semester II itu sampai 12-13%," tutupnya.
Sejauh ini, kondisi nilai tukar rupiah menunjukkan pergerakan yang relatif stabil, meskipun menghadapi berbagai tekanan eksternal seperti pelantikan Presiden AS Donald Trump, ataupun kepastian kenaikan suku bunga The Fed pada 15 Maret 2017.
Sebagai gambaran, menurut kurs tengah BI, nilai tukar rupiah sejak 5 Januari 2017 hingga 5 April 2017, termasuk setelah pengumuman kenaikan bunga Federal Reserve AS pada 15 Maret 2016, masih bergerak stabil di level Rp13.300-an per dolar AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti