Seiring dengan berakhirnya program pengampunan pajak (tax amnesty), pemerintah mencatat penerimaan uang tebusan sebesar Rp135 triliun. Sementara itu, komitmen repatriasi hanya mencapai Rp147 triliun dan total harta yang dideklarasikan sebesar Rp4.866 triliun. Realisasi ini masih jauh dari target pemerintah yang membidik uang tebusan Rp165 triliun dan dana repatriasi dari luar negeri sebesar Rp1.000 triliun.
"Hal ini menunjukkan bahwa pencapaian program pengampunan pajak masih jauh di bawah target. Dari target dana repatriasi sebesar Rp1000 triliun hanya tercapai sekitar 14%. Padahal, selama ini salah satu alasan pemerintah menerapkan program pengampunan pajak adalah untuk membawa kembali aset WNI yang disimpan di luar negeri," kata Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan di Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Maftuch menambahkan, penerimaan uang tebusan akan menambah kekurangan penerimaan pajak pada APBN 2016 sehingga menjadi Rp1.284 triliun atau 83,4% dari target APBN-P 2016 yang ditargetkan Rp1.539 triliun. Sementara, target penerimaan pajak pada tahun 2017 ditargetkan sebesar Rp1.435 triliun.
Oleh karena itu, katanya, PR pemerintah adalah memikirkan keberlanjutan bagaimana memenuhi target penerimaan pajak ke depan tanpa adanya program tax amnesty. Ada dua hal yakni jangka pendek dan menengah panjang.
?Dalam jangka pendek, dari sisi regulasi pemerintah juga harus memprioritaskan revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sebagai salah satu upaya untuk mendorong penerimaan negara dari sektor pajak dengan mereformasi administrasi perpajakan sekaligus menutup celah pengemplangan pajak,? pungkas Maftuch.
Yang kedua, ialah revisi UU pajak penghasilan, pajak penambahan nilai, pnbp, dan Perppu Automatic Exchange of Information (AEoI). Sementara untuk jangka menengah, yakni revisi UU kepabeanan, UU perbankan dan UU cukai.
"Kami melihat pemerintah dalam kondisi yang kurang confidence meskipun dukungan masyarakat tinggi. Tax amnesty membuktikan kpercayaan masyarakat meningkat. Tapi pemerintah belum memaksimalkan kepercayaan publik. Pemerintah harus melanjutkan yang di luar kebiasaan sehingga signifikan terhadap reformasi pajak," jelas Maftuch.
Lebih jauh, untuk pembenahan kelembagaan, Maftuch mendorong untuk membentuk lembaga penerimaan pajak yang mengimpun bidang pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP), reformasi pengadilan pajak, dan pembinaan-pengawasan terhadap hakim maupun organisasi admin keuangan dibawah MA.
"Dan yang segera dilakukan ialah perlu dilakukan sensus pajak. Dulu zaman SBY pernah dilakukan tapi tiga bulan kemudian ditutup, alasannya karena DJP kurang siap. Kemudian meningkatkan kepatuhan WP untuk SPT 2016 masih ada waktu hingga 21 April, penegakan hukum dan peningkatan kepatuhan hukum, kemudian bagaimana penerimaan negara tidak hanya mengejar rezim target tapi bergerak ke rezim potensi. Serta menyasar korporasi raksasa global di digital bisnis agar lebih patuh pajak," ungkapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Dewi Ispurwanti
Tag Terkait: