Rencana pemerintah menetapkan peraturan walikota (Perwali) mengenai retribusi sungai dinilai memberatkan, menyusul rencana tersebut kurang mempertimbangkan kondisi usaha karet beberapa tahun belakang tengah lesu.
Menurut, Asisten Seketaris Executive,?Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Nur Ahmadi selain kondisi tengah lesu, nilai retribusi yang dikenakan dihitung berdasarkan muatan.
?Kami menilai Perwali itu memberatkan, apalagi kondisi karet saat ini belum menguntungkan. Perwali membuat perusahaan harus mengeluarkan biaya tambahan yang tidak sedikit, karena dihitung berdasarkan muata kapal yang akan melintas di sungai Musi,?ujarnya, saat dihubungi Sabtu, (27/5/2017).
Dia menerangkan, retribusi sawit yang dikenakan berdasarkan muatan perkapal akan sangat membuat perusahaan mengeluarkan biaya yang besar.
Akibatnya, papar dia??perusahaan harus juga mengurangi nilai beli dari petani hingga mengurangi muatan distribusi karet,
?Hitungan Rp5.000/ton, maka nilainya akan menjadi besar, jika perusahaan karet mengirimkan 150 ton peti kemas. Karet bukanlah komoditi dengan harga setinggi komoditi tambang, apalagi disaat pasar karet sedang lesu, jelas rencana perwaki membuat perusahaan mencari solusi instans,?terangnya.
Dia menjelaskan untuk produksi sehari mencapai 150 ton kountainer, maka satu distribusi karet melalui Sungai Musi membutuhkan biaya mencapai Rp50juta.
Nilai ini, kata Nur hendaknya ditinjau kembali mengingat nilai jual karet yang tidak bergairah. Bahkan dengan harga karet Rp15.000 /kg di petani, maka perusahaan akan kesulitan untuk membayar retribusi.?
Rencana penerapan retribusi ini, sambung Nur, pernah disampaikan ke pemerintah Kota Palembang, namun belum mendapatkan keputusan pasti.
?Pengenaan retribusi hendaknya mempertimbangkan komoditi yang diangkut. Apalagi, setelah kejadian tabrakan yang dialami tongkang pembawa batu bara belum lama ini,?terangnya.
Dia menklaim posisi perusahaan bukan menolak, tetapi pemerintah harus mempertimbangkan kebijakannya. Karena pasar karet lagi sepi, harga karet bukan seperti komoditi tambang yang reguler dengan harga tinggi, sementara besaran retribusi tidak hanya ada di sungai.?
?Belum lagi berbicara mengenai kualitas karet Sumsel yang juga makin tidak kompetitif di pasar global,?terangnya.
Kepala Dinas Perkebunan Sumsel, Fackrurozie mengklaim nilai jual karet Sumsel mulai membaik sejak awal tahun lalu.
Berbeda dibandingkan beberapa tahun sebelumnya, dengan nilai jual karet yang pernah menyentuh titik terendah.
Akan tetapi, nilai jual karet Sumsel belum membaik. Oleh karena itu, pemerintah daerah juga mendorong bagaimana mutu karet Sumsel lebih baik dan terdapat kemudahan bagi distribusinya.?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irwan Wahyudi
Editor: Vicky Fadil