Presiden Jokowi diminta turun tangan langsung bersama-sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) untuk menghentikan kriminalisasi terhadap BUMN yang akan merugikan keuangan negara.
"Presiden Jokowi harus intervensi terhadap dugaan upaya kriminalisasi BUMN yang bermotif penguasaan aset negara," kata Koordinator Barisan Rakyat Anti Kejahatan dan Kriminalisasi (BRAKK), Hans Suta Widhya di Jakarta, Senin (24/7/2017).
Menurut Hans Suta, Jokowi harus bertindak tegas terhadap aparat hukum baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman yang bermain-main dengan hukum serta keadilan. "Mereka telah merongrong citra pemerintahan Jokowi yang sedang berupaya untuk melakukan penegakan hukum yang berkeadilan sesuai dengan Program Nawacita," katanya.
Hans Suta mencatat sejumlah kejanggalan dalam persidangan yang melibatlan BUMN Panas Bumi PT Geo Dipa Energi. Proses persidangan diundur hingga beberapa kali, padahal tidak ada satu pun bukti yang mengarah kepada kesalahan manajemen PT Geo Dipa.
"Yang terjadi justru keragu-raguan Penuntut Umum karena tidak yakin bahwa permasalahan antara Geo Dipa dengan Bumigas merupakan perkara pidana," katanya.
Berdasarkan proses pemeriksaan perkara pidana ini, terlihat jelas bahwa permasalahan antara Geo Dipa dan Bumigas merupakan permasalahan perdata karena timbul dari hubungan kontraktual antara Bumigas dan Geo Dipa berdasarkan Perjanjian Pengembangan Proyek Panas Bumi Dieng dan Patuha No. KTR.001/GDE/II/2005 tertanggal 1 Februari 2005.
Hans mengharapkapkan agar pada persidangan selanjutnya, Penuntut Umum dapat segera membacakan dan menyerahkan surat tuntutannya agar proses penyelesaian perkara ini tidak menjadi berlarut-larut.?
"Selain itu, berdasarkan proses persidangan perkara pidana ini, patut diduga adanya kriminalisasi terhadap Terdakwa dan Geo Dipa yang mana telah menghambat berjalannya proyek pengembangan wilayah panas bumi di Dieng dan Patuha yang merupakan aset Negara," kata Hans.
Itulah sebabnya mengapa Hans minta Presiden Jokowi turun tangan, karena jika pengadilan membenarkan Surat Dakwaan Penuntut Umum, maka hal ini akan menjadi preseden buruk bagi dunia pengusahaan panas bumi dan penegakkan hukum di Indonesia.
"Kasus ini telah menghambat proyek Dieng Patuha yang merupakan aset negara dan obyek vital nasional, dan tentu saja akan menghambat program Pemerintah Republik Indonesia untuk ketahanan energi listrik 35.000 MW sebagaimana diinstruksikan oleh Presiden Republik Indonesia," kata Hans Suta.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi