PT Krakatau Steel (persero) Tbk menilai idealnya kontribusi industri manufaktur untuk negara sekelas Indonesia adalah 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Saat ini kontribusi industri manufaktur terus mengalami penurunan, dimana pada tahun 2016 kontribusinya hanya 18,2 persen. Padahal pada tahun 2004, sektor ini pernah berkontribusi sebesar 28 persen terhadap PDB.
"Harusnya tingkat negara kayak kita tuh 30 persen. Yang dituju kan 30 persen, 30-33 persen, soalnya kita kan negara berkembang, ya kalo negara yang sudah maju kan karena ada jasa dan lainnya itu kan bisa turun," ujar Direktur Pemasaran Krakatau Steel, Purnomo Widodo di kompleks perkantoran BI, Jakarta, Kamis (3/8/2017).
Purnomo mengakui bahwa rendahnya industri manufaktur disebabkan oleh pertumbuhan industri baja yang tengah mengalami penurunan. Normalnya bila pertumbuhan ekonomi lima persen, maka industri baja naik tiga poin di atas pertumbuhan ekonomi, yakni dikisaran 7-8 persen.
"Kan tadi kelihatan di 4 tahun stuck gitu (produksi baja) di 12 juta ton ya kan, tahun ini paling 13 juta ton. Jadi sebetulnya normal ya, peran industri terhadap PDB lama-lama jasa itu naik, itu normal. Tapi yang terjadi ke kita itu harusnya untuk tingkat negara kita masih berkembang, harusnya porsi kontribusi dari industri itu nggak segitu lah. Masih bisa ditingkatkan," jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, rendahnya sumbangan industri manufaktur terhadap PDB juga disebabkan banyaknya iklim usaha yang kompetisinya tidak fair. "Tidak fair itu pengertiannya gini, orang kan investasi itu kan perlu kepastian, contohnya untuk baja, satu kali kita bikin pabrik baja 3 juta ton yang kemarin di Cilegon itu investasinya US$300 miliar, itu berapa triliun tuh. Nah kalau sudah menanamkan proyek segitu kemudian ternyata ada masalah impor dan sebagainya itu dibiarkan otomatis kan walaupun bisa menjual kan harganya nggak sesuai dengan waktu bikin itu," ungkapnya.
Masalah itulah yang sedang ditengahkan pemerintah, baik dari Krakatau steel maupun dari asosiasi IISIA. Namun dia meminta masalah perlindungan dari unfair ini jangan disalah artikan?kalau industri baja minta perlindungan dari impor.
"Karena unfair ada di domestik juga loh. Misalnya dulu itu sempat terjadi penjualan baja tanpa pajak, kan unfair juga. Sementara kita ini perusahaan yang harus taat membayar pajak harus bayar pajak, bayar PPH, PPN, tapi banyak transaksi terutama waktu itu di long product ya, nah untungnya pemerintah bertindak ada yang dipermasalahkan sampai pengadilan baja. Akhirnya sekarang sudah mulai mereda. Ya itu yang disebut dengan selama iklim usahanya fair ya gitu, wong demand-nya segitu banyaknya kok dibanding dengan kapasitas, masih ada gap 50 persen," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Rizka Kasila Ariyanthi
Tag Terkait: