Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris menyatakan peningkatan subsidi negara bagi partai politik merupakan hal yang wajar.
"Suatu keniscayaan dalam kaitan dengan upaya mengambil alih kepemilikan parpol dari individu-individu pemilik modal. Bagaimana partai politik kita yang sebagian besar saat ini dikuasai oleh individu-individu pemilik modal atau pemilik uang diambil alih dan dimiliki oleh anggota," kata Syamsuddin dalam diskusi "Seluk-Beluk Pengelolaan Keuangan Partai" di gedung KPK, Jakarta, Kamis (4/8/2017).
Hal tersebut, kata dia, juga diperjelas dalam Undang-Undang Partai Politik yang mengatakan kedaulatan partai politik ada di tangan anggotanya dan itu mesti dikembalikan lagi.
"Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan subsidi negara. Kalau membandingan dengan banyak negara lain juga tidak sama. Satu negara dengan negara lainnya ada yang disubsidi, ada yang tidak disubsidi. Kalau yang disubsidi, ada yang disubsidi besar, ada yang kecil. Ada yang mendekati 100 persen, ada yang juga mendekati 10 sampai 0 persen," tuturnya.
Namun, kata dia, Indonesia mesti kembali pada pengalaman karena bagaimana pun sulit dibantah partai politik adalah institusi yang penting tetapi di sisi lain partai politik itu institusi yang sangat tergantung pada pemilik modal.?"Sulit dibantah saat ini partai politik itu semacam perusahaan pribadi milik individu-individu. Bila memang partai politik ini dimiliki oleh individu-individu pemodal maka ini tidak sehat," ujarnya.
Menurut dia, bagaimana mungkin partai politik bisa menghasilkan pejabat publik yang akuntabel dan tidak menjadi pasien KPK jika partai politik dikuasai oleh individi-individu tersebut.?
Menurut dia, partai politik memang membutuhkan biaya di mana dalam studi Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) nilai subsidi negara itu hanya 1,3 persen dari kebutuhan partai politik per tahun.
Namun, kata dia, hal lain yang perlu diingat bahwa sebagian besar "pasien" KPK adalah politisi dari partai politik.?"Begitu juga survei yang dilakukan Transparansi Internasional yang menyatakan partai politik adalah salah satu lembaga yang paling korup selain Kepolisian dan Kejaksaan," kata Syamsuddin.?Ia pun mengusulkan 40 persen saja dari subsidi pemerintah untuk kebutuhan partai politik pertahun itu.
"KPK usulkan 50 persen, kalau saya usulkan 40 persen saja. Angka tersebut baik bagi partai politik agar masih ada ruang untuk otonomi secara finansial tidak di"suapin" sepenuhnya oleh negara sehingga angka 40 persen adalah angka maksimal," ucap Syamsuddin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat