Untuk memenuhi kebutuhan nasabah dalam mengoptimalkan investasinya, PT Bank Commonwealth (Bank Commonwealth) hari ini (27/10/2017) memperkenalkan Dynamic Model Portfolio, sebuah konsep investasi yang tidak hanya fokus pada perpaduan kelas aset berdasarkan profil risiko Nasabah, tetapi juga berdasarkan risiko pasar.
Head of Wealth Management and Retail Digital Business Bank Commonwealth Ivan Jaya mengatakan saat ini perbankan harus jeli melihat tujuan investasi dan profil risiko Nasabah dan menjadikan dua faktor tersebut sebagai referensi dalam berinovasi untuk memenuhi kebutuhan Nasabah. "Dengan pergerakan ekonomi dan pasar yang cepat, investor harus cekatan membaca risiko dan menggerakkan aset sesuai arah pasar. Tidak bisa lagi menggunakan metode penentuan investasi yang statis. Berdasarkan analisa kami atas data-data historis pasar modal di Indonesia, mengalokasikan investasi di aset dengan metode statis berpotensi membuat hasil imbal balik yang tidak optimal dalam jangka panjang," terang Ivan dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (27/10/2017).?
Melalui pendekatan tersebut, Dynamic Model Portfolio akan mengumpulkan berbagai informasi pasar, memilah yang paling relevan untuk setiap Nasabah berdasarkan profil risiko dan tujuan investasi mereka, kemudian memberikan saran terkait penempatan portofolio asetnya. "Kini Nasabah bisa menggerakkan asetnya secara dinamis, tidak harus sama dengan proporsi investasi yang ditentukan di awal. Investasi disesuaikan tidak hanya berdasarkan profil risiko Nasabah, namun juga risiko pasar ke depannya. Lewat Dynamic Model Portfolio, kami ingin melayani Nasabah kami dengan layanan wealth management?yang mampu membantu mereka memahami realita pasar yang dinamis daripada hanya statis terpaku pada teori semata," jelas Ivan.
Keberadaan Dynamic Model Portfolio akan semakin menguntungkan Nasabah di tengah kondisi pasar yang pada 2018 diprediksi akan membaik. CEO PT Schroders Investment Management Indonesia Michael Tjoajadi mengatakan bahwa berdasarkan data historis, menjelang pemilu 2004, 2009 maupun 2014, terdapat kenaikan konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Memang perlu dicermati bahwa kejadian masa lampau tidak selalu terulang di masa depan. "Harga komoditas diprediksi akan membaik pada 2018. Pilkada juga akan memberi pengaruh pada konsumsi karena perputaran yang yang lebih baik. Dari sektor perbankan, pertumbuhan kredit diperkirakan akan mulai mengalami peningkatan. Hal ini tentunya akan mendorong laba perusahaan, termasuk perusahaan publik, yang pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan laba per saham," kata Michael.
Hadir pada peluncuran Dynamic Model Portfolio Ekonom Senior Indonesia yang juga Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia Chatib Basri yang menjelaskan bahwa 2018 akan menjadi tahun yang menantang seiring dengan perkembangan teknologi disruptif. "Inovasi bergerak sangat cepat, siklus produksi menjadi begitu pendek. Barang atau jasa yang dibuat hari ini, akan menjadi usang dalam waktu yang cepat. Nantinya, yang akan bertahan dan sukses mungkin bukanlah yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan, melainkan adalah mereka yang bisa memformulasikan masalah dengan jeli dan tidak terpikirkan sebelumnya. Artinya, ide, kreativitas, dan keterampilan menjadi faktor penting," tutur Chatib.
Kehadiran ketiga narasumber di atas seiring dengan Market Outlook 2017 di Jakarta yang dihadirkan oleh Bank Commonwealth dengan tema "Be A Game Changer in Digital Era" untuk membahas kondisi perekonomian pada 2018 mendatang dan kondisi pasar terkait investasi wealth management. Market Outlook ini merupakan acara tahunan yang memberikan nilai tambah kepada Nasabah Premier Banking Bank Commonwealth dan menghadirkan pakar-pakar perekonomian di Indonesia. Tak hanya diselenggarakan di Jakarta, Market Outlook tahun ini juga diselenggarakan di Surabaya, Bali, Bandung, Medan, dan Semarang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: