Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan kepada Dirjen Pajak untuk merelaksasi pajak beberapa instrumen investasi di pasar modal dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur sehingga diminati investor.
"Dengan relaksasi perpajakan pada instrumen-instrumen pasar modal di aset infrastruktur dapat berkembang lebih pesat, lebih kompetitif, dan menarik minat investor baik asing maupun domestic," ungkap Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen di Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Hoesen menyampaikan produk pasar modal yang diusulkan relaksasi perpajakannya yakni obligasi korporasi, reksa dana penyertaan terbatas (RDPT), Dana investasi real estate (DIRE), efek beragun aset (EBA), dan dana investasi infrastruktur (Dinfra).
Untuk obligasi korporasi, Hoesen mengusulkan penurunan pajak agar disamakan dengan Surat Berharga Negara (SBN) menjadi 15 persen dari sebelumnya 20 persen.
Selain itu, kata dia, untuk RDPT yang berinvestasi pada Efek Bersifat Ekuitas melalui special purpose company (SPC). Diusulkan dividen dari SPC kepada RDPT tidak dikenakan pajak, karena SPC dianggap satu kesatuan dengan RDPT.
Sementara untuk DIRE, Hoesen juga menambahkan OJK mengusulkan penurunan tarif bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). Sedangkan EBA, diusulkan agar perlakuan pajak berlaku sama untuk semua produk sejenis.
Dan mengenai Dinfra, Hoesen mengatakan perlu adanya insentif perpajakan disamakan dengan Kontrak Investasi Kolektif (KIK) DIRE. Dalam hal ini, Dinfra berinvestasi pada surat utang, sehingga diperlakukan perpajakan sama dengan reksa dana. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo