Kalau di Kediri ada Kampung Pare yang warganya berbahasa Inggris, di Daerah Istimewa Yogyakarta ada Kampung Ledok Tukangan yang warganya kompak menggunakan elpiji nonsubsidi Bright Gas. Sesuai kebiasaan warga, kawasan ini pun diberi nama Kampung Bright Gas yang diresmikan oleh Pertamina MOR IV Semarang. Kampung Bright Gas ini merupakan yang pertama di Indonesia.
"Dari awal tahun kampung Bright Gas ini sudah dipersiapkan untuk mengampanyekan Bright Gas 5,5 kilogram," kata Mazid Akhmadi, Ketua RT 10 kampung Ledok Tukangan.
Warga yang mendiami RT 10 Kampung Ledok Tukangan berjumlah 81 kepala keluarga dan banyak yang kondisi ekonominya tidak mampu. Namun, sudah 70 persen atau 55 KK telah beralih ke Bright Gas.
"Di sini harga tabung elpiji 3 kg Rp16 ribu, tapi kalau berpikir jangka panjang lebih murah pakai elpiji 5,5 kg," lanjut Mazid yang terus memberikan pemahaman ke warga soal tabung pinky ini.
Deky merupakan pemuda yang menggagas kampung Bright Gas di Ledok Tukangan. Ide membuat kampung itu muncul karena adanya pangkalan elpiji di wilayahnya.
"Kita coba bangun mindset dengan mengawali dari pangkalan elpiji hingga berubah menjadi koperasi. Hasil dari koperasi itu kita buat kampung Bright Gas," ucap Deky mengawali kisahnya.
Deky lantas menggerakkan warga lainnya untuk beralih dari elpiji 3 kg yang ke Bright Gas 5,5 kg. "Awal mulanya yang ditukar 50 tabung dan terus meningkat hingga 156 tabung pada Oktober kemarin," bebernya.
Tidak mudah membentuk Kampung Bright Gas di Ledok Tukangan, bahkan warga resah karena berembus kabar ada pergantian harga elpiji.
"Akhirnya pengurus diberi Bright Gas gratis dan saya mencobanya di kantin sekolah. Ternyata pakai tabung pink ini bisa sampai sembilan hari sehingga jauh lebih murah ketimbang tabung hijau yang cuma dua hari sudah habis isinya," ungkapnya lagi.
Pengalaman menggunakan Bright Gas itu kemudian diceritakan ke warga lainnya. Apalagi kini pembelian elpiji bersubsidi harus menggunakan kartu sebagai warga tak mampu. "30 persen warga masih memakai tabung hijau karena kondisi ekonomi ke bawah. Masyarakat di sini juga banyak yang buka warung kecil," jelasnya.
Terobosan yang dilakukan kampung Ledok Tukangan rupanya turut menginspirasi kampung lainnya. Hanya saja disyaratkan warganya sadar subsidi yakni elpiji 3 kg hanya untuk yang tidak mampu.
"Kita juga dibuatkan program tukar tabung gratis dari Pertamina. Bahkan program ini meningkatkan aktivitas sektor kuliner ibu-ibu PKK dan juga ada pelatihan untuk anak muda," ungkapnya.
Pertamina juga terus mendampingi RT 10 Ledok Tukangan sebagai kampung Bright Gas, termasuk membantu pengurusan izin hingga ke pemerintah daerah.
"Kampung ini memang strategis dan menjadi pilot project Pertamina sebelum diterapkan di daerah lain," terang Sales Executive LPG Rayon VI Yogyakarta Dorojatun Sumantri.
Bahkan beberapa utusan pemerintah dari daerah lain telah melakukan studi ke kampung Bright Gas. "Rencananya, tahun depan Pertamina MOR VIII juga akan menerapkan di Sulawesi, Ambon, dan Papua," paparnya.
Tidak hanya menggunakan elpiji 5,5 kg untuk warganya. Kampung Bright Gas di Ledok Tukangan juga bernuansa serba pink hingga ke rumah warga. Bahkan tembok juga dilukisi mural yang menceritakan Bright Gas.
"Sudah banyak juga pengunjung yang datang ke sini, termasuk turis asing yang mengabadikan foto mereka di lukisan mural," ucap Dorojatun yang berharap kampung unik ini mendunia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Andi Aliev
Editor: Cahyo Prayogo