Sri Mulyani selaku Menkeu mengatakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) perlu dikelola secara baik mengingat peranannya yang cukup signifikan dalam APBN.
"Peranan PNBP dalam APBN cukup signifikan. Rata-rata 10 tahun terakhir sekitar 25 persen," ungkap Sri Mulyani dalam acara PNBP Awards 2017 di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (30/11/2017).
Sri Mulyani menyebutkan pengelolaan PNBP terutama dikarenakan ketidakpastian PNBP yang berasal dari sumber daya alam, sehingga menjadi tantangan besar penerimaan negara.
"Ada masa ketika PNBP tinggi, misalnya dari sumber daya alam minyak yang pada 2012 mencapai lebih dari Rp205 triliun, namun juga pernah mengalami 'drop' terendah Rp44 triliun pada 2016. Itu menggambarkan PNBP yang berasal dari pengelolaan SDM tidak hanya tergantung pada volume produksi tetapi juga harga," tutur Sri Mulyani.
UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak menyebutkan bahwa PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan.
"PNBP adalah segala sesuatu yang diterima oleh alat negara dan institusi negara yang bukan dalam bentuk pajak, sehingga PNBP bukan seperti satu makhluk saja tetapi seperti kebun binatang," ujar Sri Mulyani.
Kelompok PNBP meliputi penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah, penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam, dan penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan.
Kemudian, kelompok PNBP juga meliputi penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah, penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah, dan penerimaan lainnya yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Menkeu juga secara khusus meminta kepada Direktorat Jenderal Anggaran Kemenkeu untuk memperkuat pengelolaan PNBP dari sisi penganggaran.
"Berapa jumlah yang diterima, apakah dibukukan secara baik, dan apakah digunakan sesuai dengan tujuan fungsi terutama berkaitan dengan pelayanan masyarakat. Ini karena masyarakat menjadi semakin kritis. Pemerintah wajib menjelaskan masyarakat bagaimana layanan diberikan atas pungutan tersebut," pungkasnya. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo